Bebagai alasan diungkapkan Lion dan para pihak berkaitan dengan penghapusan bagasi oleh Lion Air. Maskapai plat merah Citilink pun awalnya ikut-ikutan mengenakan sistem bagasi berbayar.Â
Litani pembenaran yang diajukan mulai dari penghematan waktu ground preparation, peningkatan biaya operasional dan lain sebagainya. Apapun alasannya, dari sudut strategi keputusan ini merupakan langkah yang sangat menguntungkan Lion Air. Untungnya Citilink menunda implementasi bagasi berbayar, jika tidak dia menari di atas genderang yang ditabuh Lion dan lupa akan misi mulianya sebagai Maskapai Plat Merah.
Lion Air untung besar melakukan 'move' yang menentukan  'outcome' permainan bisnis penerbangan di tanah air. Penumpang mermiliki pilihan yang sangat kecil karena Lion memiliki jalur penerbangan yang paling terintegrasi. Situs resmi Lion menyebutkan 36 destinasi dengan 226 penerbangan perharinya.Â
Group perusahaannya juga menjadi keunggulan kompetitif lain dari Lion Air karena menjadi feeder buat Lion Air sehingga mampu meningkatkan efisiensi melalui sinergi, sementara kita belum melihat Citilink bersinergi dengan Garuda. Lion sendiri, menurut Detik Finance, menjadi penguasa penerbangan Indonesia karena memiliki Armada terbanyak, 350 pesawat, dibandingkan dengan gabungan Garuda dan Citilink (202 pesawat). Dengan pembelian pesawat yang agresif macam ini, kita menjadi tidak percaya kalau argumennya bahwa skema penerbangan sebelumnya merugi. Sebaliknya, implementasi bagasi berbayar justeru menggiring keuntungan kepada Lion Air sementara Citilink menjadi price taker yang menari di atas gendang yang ditabuh Lion.Â
Keputusan Citilink menunda implementasi ini benar walau tidak strategis secara bisnis, karena setidaknya dua alasan berikut. Pertama, kalau ikut-ikutan mengenakan bagasi berbayar, Citilink justeru memberikan keuntungan kepada Lion Group. Kenapa demikian? Â Dengan langkah penghapusan bagasi gratis Lion justru mengenakan harga bagasi yang lebih mahal dari harga perkilogram manusia, yang bernyawa menguntungkan Lion Parcel.
Lion Parcel adalah move antisipatif yang secara strategis telah lama dipersiapkan untuk menyambut kehadiran kebijakan bagasi berbayar. Karena harga perkilogram Lion Parcel relatif lebih murah dari  harga bagasi prabayar plus antar sampai rumah. Misalnya, untuk harga bagasi Lion Air prabayar Palangka Raya - Kupang  Rp37,000/kg sementara Lion Parcel dari Kupang - Palang Raya Rp32,250/kg. Bahkan jika anda membayar bagasi saat keberangkatan bisa lebih dari dua kali lipat harga Lion Parcel.Â
Kedua, Citilink adalah perusahaan negara yang juga seharusnya berperan sebagai market catalyst yang menjadi penyeimbang saat muncul monopoli merugikan bangsa secara keseluruhan. Seharusnya, Citilink justeru meningkatkan berat allowable baggage-nya sebagai counter move Lion Air untuk memenangkan kompetisi yang oligopolistik macam ini. Bahkan bila perlu menambah rute penerbangan dan menambah armada. Karena penurunan penumpang dan naiknya biaya transportasi akan berimbas pada sektor hilir dan sektor lain yang membutuhkan jasa penerbangan. Ilmu ekonomi mengajarkan bahwa perusahaan negara, salah satu tujuaannya, adalah menjadi instrumen yang memoderasi monopoli swasta yang merugikan kepentingan banyak orang. Itulah mengapa negara memonopoli pelayanan listrik dan air lewat BUMN dan BUMD. Karena itu, keputusan yang paling tepat bukan menunda implementasi bagasi berbayar melainkan bergerak lebih jauh secara agresif menguntungkan Citilink dan negara.
Sudah dapat dipastikan siapa pemenang dari implementasi bagasi berbayar. Maka kita tungguh intervensi pemerintah untuk memastikan a fair game lewat ensuring the level of playing field  bagi semua pemain dan meletakkan perlindungan warga dan kepentingan negara di atas kepentingan individu atau kelompok. Pemerintah perlu memastikan bahwa monopoli tidak merugikan kepentingan umum dengan membuat regulasi dan kebijakan yang pro rakyat. Jika tidak, market dictator tetap untung banyak dan rakyat buntung banyak.
Sumber: