Saya baru sempat nonton hari Selasa/20 November 2018. Ini salah satu film yang termasuk WACHTLIST saya,kenapa? Karena sepanjang yang saya ingat film Sundel Bolong (1980) adalah film horor Indonesia pertama yang saya tonton di bioskop dan saya tidak pernah melupakan sosot mata Suzanna yang begitu membius. Adalah release foto yang saya kira Suzanna ternyata adalah Luna Maya ditambah dengan trailernya, saya melihat ada harapan bahwa film ini tidak mengecewakan.Â
Ceritanya sederhana, sepasang suami istri Suzanna (Luna Maya) dan Satria (Herjunot Ali) yang akhrnya diliputi kebahagiaan karena setelah pernikahan 5 tahun, sang istri hamil.Namun tidak lama mendengar kabar bahagia itu, Satria ditugaskan ke Tokyo untuk urusan bisnis dan terpaksa meninggalkan istrinya yang hamil muda.Â
Di saat yang bersamaan, beberapa karyawan pabrik Umar (Rifnu Wikana), Jonal (Verdi Soelaiman), Dudun (Alex Abbad), Gino (Kiki Narendra) merencanakan untuk merampok mobil Satria pada malam minggu dimana Suzanna dengan ke 3 pembantu rumah tangganya Rojali (Opie Kumis), Mia (Asri Welas), dan Tohir (Ence bagus) menonton layar tancap, tidak disangka Suzanna kembali jauh lebih cepat karena tidak enak badan dan memergoki aksi mereka, singkat cerita Suzanna tertusuk batang bambu dan dikubur dalam keadaan masih sekarat.
 Ke 4 sekawan ini sepakat untuk merahasiakan kejadian ini. Bagi ke 4 perampok ini, Suzanna sudah mati mereka kubur. Namun di rumah tempat tinggal yang besar itu, Suzanna masih hidup seolah tidak terjadi apa apa bahkan hingga Satria pulang dari dinas luar negeri dan ketika langit sudah gelap dan suasana mulai sepi, ia mencari orang orang yang sudah membunuhnya untuk membalas dendam.
Saya tidak menguraikan lebih jauh kemana arah ceritanya. Film ini sesuai harapan saya, Luna Maya sukses menghidupkan sosok Suzanna baik dari tatap matanya, gesturenya, suara manjanya, senyumnya mulai dari karakter itu hidup sebagai manusia hingga sebagai sundel bolong. Duo sutradara Rocky Suraya dan Anggy Umbara sukses menjadikan film horor ini dengan gaya yang beda.  Film ini juga tidak keranjingan "jumpscare" namun  cukup banyak unsur komedi namun tidak sampai kelebihan "garam".Â
Unsur drama dan thrillernya diramu menjadi rangkaian adegan yang bukan sekedar bumbu belaka. Karakter para pemain pemeran pembantu yang berhubungan langsung dengan tokoh utama diberikan porsi yang cukup untuk dikenal penonton. Art directionnya juga cukup detil, dengan wardrobe dan gaya rambut tahun 1980an.Â
Saya awalnya agak heran kenapa mobilnya lebih ke tipe 1970 an ya? Saya merasa kalau menggunakan Suzuki Jimny 1980 an, Â Datsun Curut atau Toyota Kijang kotak lebih pas namun secara overall tidak mengganggu karena settingnya, di desa kecil yang sangat jauh dari kota, yang bahkan karena kecilnya desa itu tidak ada gedung bioskop. dan bisa jadi jauh lebih sulit menemukan merk mobil yang tadi saya sebut. Kelemahan lainnya adalah seminggu jasad Suzanna terkubur, mestinya jasad itu sudah mulai membusuk,namun terlihat seolah baru terkubur 1 malam dan terlihat agak bersih. Â
Dari sisi tata musik kadarnya juga pas tidak melulu memborbardir telinga penonton. Dan format panavision yang dipilih sangat tepat untuk angel yang lebih lebar guna menggiring suasana "dingin". Â
Cara duo sutradara menghadirkan horor juga kembali ke cara klasik : mengeksploitasi ketakutan, rasa frustasi para tokoh antagonis untuk ditularkan kepada penonton dan "IT WORKS", penonton tidak hanya was was dengan jumpscare tetapi juga merasa geli dengan penderitaan mental yang diderita. Kesimpulannya: saya satisfied dengan film ini. Congrats SORAYA INTERCINE FILM , Sutradara, Para Pemeran beserta semua krunya. Nilai dari saya sebagai seorang penonton awam 8/10 atau Bintang 4 dari 5.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H