Pengambilan gambar sedang berlangsung. Para pemain beraksi menunjukkan akting terbaik mereka. Semua kru yang terlibat, bekerja dengan serius. Boomer yang sedang memegang tongkat mike untuk merekam audio, juga tak kalah serius, meski pun lehernya sudah basah oleh keringat.
Suasana tersebut tiba-tiba pecah. Bambang, juru kamera yang tak kalah serius dalam bekerja, tiba-tiba berteriak keras. "Wuaaaah! Hu.., hu..., hu..!" sambil menggerak-gerakan tangan.
Tidak sampai di situ, dia langsung mendekati seorang pemain, dan menuntunnya untuk melakukan blocking yang benar. Cara Bambang menunjukkan kesalahan sang mentor dan membenarkannya, sangat serius.Â
Yang lain ninpalin. "Itu dia udah ngomong!"
Tentu saja Bambang tidak mendengar. Dia seorang tunarunggu. Pemain yang dibimbingnya untuk melakukan blocking dengar benar agar tidak "out" dari kamera adalah Guntoro Sulung, seorang juru kamera senior, sutradara film yang mentor akting dalam syuting itu.
Celetukan-celetukan spontan tidak bermaksud melecehkan, tetapi membuat suasana terasa segar, penuh tawa.Â
Suasana syuting yang dilakukan oleh para penyandang disabilitas terkesan serius dan santai. Apalagi Bambang yang bertindak sebagai juru kamera sering menghentikan syuting tiba-tiba dengan gayanya yang khas. Bambang juga memikiki asisten penyandang disabilitas runggu. Keduanya berbicara dengan bahasa isyarat yang hanya dimengerti oleh mereka.Â
"Sebetulnya memang juru kamera tidak boleh menghentikan pengambilan gambar. Itu kan domainnya sutradara. Tapi dalam membimbing anak-anak disabilitas ini kita tidak boleh terlalu kaku. Kita biarkan aja, supaya mereka merasa diorangkan. Mereka kan bangga bisa punya otoritas di sini," kata Guntoro Sulung, salah seorang mentor.
Menurut Guntoro, ketika pertama kali diajak praktek pembuatan film, umumnya para penyandang disabilitas malu-malu, takut, mungkin merasa memiliki kekurangan. Tetapi dengan penuh kesabaran para mentor membimbing mereka, sehingga mereka semakin percaya diri.
Dari berbagai penyandang disabilitas diarahkan sesuai dengan minat dan kemampunya. Penyandang disabilitas runggu pria kebanyakan memilih sebagai juru kamera, menulis cerita atau tata cahaya.
Penyandang disabikitas netra umumnya menjadi pemain. Penyandang disabilitas autis memilih jadi penata musik, kebetulan ada yang memikiki keahlian bermsik, termasuk seorang disabilitas netra yang menjadi pengajar musik di sebuah SMA.
Sedangkan disabikitas daksa ada yang memilih sebagai pemain, penulis, atau bidang manajemen produksi.
Para penyandang disabilitas yang mengikuti program inklusi film, dibimbing oleh KCFI untuk mengenal dunia film dan diarahkan untuk bekerja di dunia film. Untuk itu mereka telah diberikan workshop perfilman selama 2 hari oleh Yayasan Citra PPHUI (Pusat Perfilman H Usmar Ismail), pada 27 - 28 Oktober 2018 lalu.
"Mereka umumnya serius. Disiplin dan tepat waktu. Banyak disabilitas yang justru memiliki kelebihan dibandingkan kita yang normal. Penyandang disabikitas netra memikiki insting yang kuat, disabilitas daksa sangat serius dan tekun dalam bekerja," tutur Ketua KCFI Â Budi Sumarno.
Para mentor yang mengajar mereka adalah orang-orang berpengalaman dalam pembuatan film. Di antaranya Tengku Rusian (artistik), Ismail Sofyan Sani (penyutradaraan), Bernhard Uluan Sirait (penata kamera), Guntoro Sulung (akting), Dharma Maolana (penata suara) dan lain-lain.
Workshop dan fasilitasi pembuatan film merupakan
bentuk kepedulian kemenaker terhadap disabilitas.  Kemnaker di dukung oleh Bank Rakyat Indonesia melakukan kegiatan" Workshop Inklusi Film tingkat Lanjutan yang di selenggarakan pada 27-30 November 2018, yang pesertanya adalah adz d  Disabilitas ( Netra, Tuli, Daksa, Autis, Korban Paska Narkoba, ADHA ).
Melalui workshop itu Kemenaker berharap penyandang disabilitas ini, bukan hanya menjadi pekerja film saja. Tapi juga mempunyai peran dalam proses produksi film itu sendiri. Untuk itu Menaker Hanif Dhakiri berjanji pihaknya akan terus bekerjasama denganKomunitas Pecinta Film Indonesia (KCFI) untukmembuka  HYPERLINK.
Â
Dalam  menyambut Hari Disabilitas Internasional tanggal 3 Desember 2018 yang rencananya akan di laksanakan di Mal Summarecon Tangerang,  film pendek karya penyandang disabilitas peserta workshop film  akan di tampilkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H