Era Turbulensi: Apa dan Bagaimana seharusnya Sekolah Indonesia saat ini mempunyai bonus demografi yang luar biasa, yaitu jumlah penduduk yang mencapai 245 jut jiwadan diperkirakan 2025 akan mencapai kisaran 300 juta jiwa.Bonus demigrafi ini seharusnya dapat membawa Indonesia negara kita tercinta ini untuk meraih keunggulan dari sumber daya manusia yang dimiliki saat ini untuk dapat bersaing dalam era kekuatan ekonomi abad 21, mengapa tidak karena negara kita saat ini sebenarnya mempunyai100 - 150 penduduk mudayang produktif.
Tabel Penduduk Indonesia
Sumber: Persentase Elslee Y.A. sheyoputri, Mantan Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur Malaysia. Pertanyaan yang kemudian muncul dibenak kita masing-masing adalah, apakah kita sudah berdaya, jawabannya pasti masih ragu-ragu untuk mengatakan ia atas permasalahan yang satu ini yaitu keberdayaan bangsa kita apalagi terhadap bangsa lain di dunia. Khusus dikawasan Asia Tenggara saja negara kita merupakan negara yang terpadat kedua penduduknya setelah Philipina.
Tabel Penduduk Sebahagian Negara-Negara Asia Tenggara
Sumber : http://www.scribd.com/doc/80545201/Asia-Tenggara
Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena kita terlena dengan alam kita yang mampu menyediakan segalanya, seperti nyanyian dari Koes Plus “Tongkat dan batu jadi tanaman” atau kita beranggapan bahwa negara kita bagai kolam susu, karena susunya sudah mulai habis, sehingga biar berutang asal minum susu. Artinya negara kita saat ini, negara kita masih senang dengan utang, bukan kemampuan sendiri yang diupayakan, disamping itu pemerintah kita masih bangga dengan eksplotasi sumber daya alam. Kebanggaan terhadapsumber daya alamyang melimpah itu sekarang harus dirubah paradigmanya menjadikunggulan berbasis kreativitas yang disupport oleh sumber daya manusia. Perlu kita ingat, bahwa mereka negara maju lebih dulu menikmati apa yang dinamakan eksploitasi sumberdaya alam. Jadi seharusnya kita arif dan bijaksana untuk tidak membiarkan sumber daya alam kita dikuras tanpa batas. Mengapa kita membiarkan eksploitasi itu terjadi, mengapa kita tidak mampu mengelolanya sendiri, semua itu salah siapa? Saya berpikir bahwa semua itu berawal dari kitabangsa Indonesia yang menggap pendidikan sebagai pembentuk sumber daya yang bermutu, bukan merupakan yang utama tapi nomor yang kesekian serta tidak jelas model desain jangka panjangnya. Di era yang penuh turbulensi ini seharusnya kita mulai menyadari, apa dan bagaimana anak cucu kita persiapkan dengan merubah mind set bahwa investasi dibidang pendidikan sebagai upaya pembentukan sumber daya manusia adalah investasi jangka panjang yang berdampak besar terhadap pembentukan keunggulan kompetitif bangsa. Bukan seperti mind set pada era otonomi saat ini, oleh sebagian bupati/ wali kota memandang investasi SDM bukan merupakan kebijakan yang populer sehingga pembangunan lebih condong pada pengembagan infrastruktur semata yang tidak berimbang dengan pengembangan SDM untuk jangka panjang. Oleh karena itu Sekolah sebagai media pendidikan yang masih dipercaya oleh masyarakat bisa jadi nanti akan berubah peran dan ditinggalkan oleh masyarakatseperti yang dikemukakan oleh Profesor Howard Gardner, yang mengatakan bahwa : We have gotto do a lot fewerthings in school. The greatestenemy of understanding is coverage. As long as you aredetermined to cover everythingyou actuallyensure thet mostkidsare notgoing to understand. You have got to takeenoughtime to get kids involvedin somethingso they canthink obout itin lots of different waysand applynot just in schoolbut at home and on thestreetand so on. (Greany & Rodd, 2004: 35). Hal tersebut sangat memungkinkan terjadi, apabila sekolah sebagai institusi formal yang di percaya pemerintah tidak mampu memjawab permintaan pasar dalam menyediakansumber daya manusiayang berkualitas, sesuai atau bahkan melebihi standar pendidikan yang telah ditetapkan. Agar sekolah tetap eksis dalam perannya sebagai pencetak sumber daya yang berkualitas, sekolah harus benar-benar mampu merubah diridengan mewujudkan sekolah sebagai “learning to learn” agar mampu menjawab turbulensi yang menghadang anak-anak kita sekaran dan masa yang akan datang (Greany & Rodd, 2004: 39). Lebih lanjut Greany & Rodd menjelaskan bahwa dengan berkembangnya sekolah sebagai learning to learn dapat mengantarkan sekolah pada proses tranformasi yang berdampak pada penigkatan pencapaian standar, peningkatan moraldan motivasi guru, yang tidak kalah pentingnya adalah menjadikan sekolah lebih efektif, termasukpeningkatan motivasi siswa. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain paradigma sekolah saat ini harus mulai berubah, agar sekolah mampu mempersiapkan peserta didiknya untuk bersaing di era penuhturbulensi “21 century” ini. Momentum perubahan kurikulum 2013, seharusnya dapat menghadirkan keterampilan dan keahlian abad 21 seperti berikut. Gambar: Ilustrasi persiapan siswa abad 21
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H