Mohon tunggu...
HERLIN SULISTYO RINI
HERLIN SULISTYO RINI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Says merupakan mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan prodi Pendidikan bahasa Indonesia. Saya senang menuangkan ide serta gagasan uang saya miliki melalui tulisan dan bagi saya menulis membuat saya tenang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Landasan Filosofis Pendidikan Kontruktivisme dan Konsep Filsafat Umum Pendidikan Nasional (Pancasila)

13 Desember 2023   16:17 Diperbarui: 13 Desember 2023   16:24 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Landasan filosofis pendidikan nasional adalah Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu, kriteria keberhasilan proses mengajar tidak hanya melihat dan mengutamakan hasil akhir siswa, tetapi guru juga melihat proses pembelajaran yang di lakukan oleh siswa. Pengetahuan siswa diperoleh dengan keterlibatan aktif siswa selama proses pembelajaran.Landasan filosofis pendidikan nasional adalah Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu, kriteria keberhasilan proses mengajar tidak hanya melihat dan mengutamakan hasil akhir siswa, tetapi guru juga melihat proses pembelajaran yang di lakukan oleh siswa. Pengetahuan siswa diperoleh dengan keterlibatan aktif siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru sebagai mediator, fasilitator, dan sumber belajar dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa membangun pengetahuan melalui pengalaman, interaksi sosial, dan dunia nyata. Pembelajaran konstruktivisme peran seorang guru berubah dari peran sebagai sumber belajar menjadi peran sebagai fasilitator, yaitu guru lebih banyak sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar.

Filsafat yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa, sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat tersebut. Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat.

Suparno (2008:28) mengatakan bahwa: "Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai".

Ada 3 jenis kontruktivisme, yaitu:

  • Kontruktivisme Psikologis Personal yang menekankan bahwa pribadi (subjek) sendirilah yang mengkontruksikan pengetahuan.
  • Kontruktivisme Sosiologis yang lebih menekankan masyarakat sebagai pembentuk pengetahuan.
  • Sosiokulturalisme yang mengakui baik peranan aktif personal maupun masyarakat dan lingkungan dalam pembentukan pengetahuan. Sosiokulturalisme inilah yang mulai banyak diterima dalam pendidikan sains dan matematika.

Dalam Kontruktivisme istilah pendidikan lebih diartikan  sebagai mengajar. Mengajar berarti berpartisipasi dengan pelajar dalam mengkontruksi pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis, dan   mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri  (Bettencourt:1989). 

Tujuan pengajaran Kontruktivisme lebiah menekankan pada perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam sebagai hasil konstruksi aktif si pelajar (Fosnot:1996). Menurut Maturasionisme jika seseorang mengikuti langkah-langkah perkembangan yang ada, dengan sendirinya akan menemukan pengetahuan yang lengkap. Sedangkan menurut Kontruktivisme, jika seorang tidak mengkontruksikan pengetahuannya sendiri secara aktif, meskipun ia berumur tua, pengetahuannya akan tetap tidak berkembang (Paul Suparno:1997). Kegiatan mengajar guru hendaknya berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar peserta didik berjalan dengan bai. Menurut Tobin, dkk.,(1994) "bagi siswa, guru berfungsi sebagai mediator, pemandu, dan sekaligus teman belajar (Paul Suparno, 1977). Dalam artian ini, guru dan peserta didik atau pelajar lebih sebagai mitra yang bersama-sama membangun pengetahuan. Adapun peserta didik dituntut aktif belajar dalam rangka mengontruksi pengetahuannya, dank arena itu peserta didik sendirilah yang harus bertanggung jawab atas hasil belajarnya.

Sebenarnya Prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan. Secara umum prinsip-prinsip itu berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis terhadap praktek, pembaruan dan perencanaan pendidikan  sains dan matematika. Prinsip-prinsip yang diambil dari konstruktivisme adalah:

  • Pengetahuan dibangun oleh peserta didik secara  aktif.
  • Tekanan dalam proses belajar terletak pada peserta  didik.
  • Mengajar adalah membantu peserta didik belajar.
  • Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses,    bukan hasil.
  • Kurikulum menekankan partisipasi peserta didik.
  • Guru adalah fasilitator.

Berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Indonesia yang memberikan kewenangan kepada sekolah dan para guru untuk menyusun sendiri kurikulum pembelajaran yang akan dijalankan, prinsip- prinsip konstruktivisme tentu dapat menjadi roh dari setiap silabus yang disusunnya. Hal yang tetap harus diperhatikan adalah kesiapan lingkungan belajar, baik pendidik, lingkungan, sarana prasarana dan pendukung lainnya. Jika hal-hal tersebut tidak dipersiapkan dengan baik, bisa jadi terjadi hal-hal yang melenceng dari harapan. Karena peserta didik mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksinya tidak sesuai dengan hasil konstruksi para ilmuwan, maka muncullah salah pengertian atau konsep alternative. Dalam hal seperti ini diperlukan penelusuran dan penelitian untuk menemukan permasalahan dan mengatasinya.

Teori konstruktivisme merupakan salah satu teori dari macam-macam teori belajar dalam psikologi filsafat pengetahuan yang berasal dari teori belajar kognitif yang menekankan bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) diri sendiri. Sejauh ini, ada beberapa kelebihan dalam teori konstruktivisme yang membuatnya masih digunakan hingga saat ini. Diantaranya adalah:

  • Pembelajaran berdasarkan Konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
  • Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.

Konstruktivisme merupakan pendekatan belajar yang menyempurnakan dari teori belajar behavioristik    dan    kognitif.    Pendekatan    ini    bertujuan    untuk    meningkatkan pemahaman siswa   karena   dalam   teori   belajar   Konstruktivisme menekankan   pada keterlibatan   siswa   dalam   menghadapi   masalah - masalah   yang   terjadi.   Konstruktivisme mempunyai  karakteristik  yaitu: 

  • Belajar  aktif
  • Siswa  terlibat  dalam aktivitas  pembelajaran  bersifat  otentik  dan  situasional
  • Aktivitas  belajar  harus  menarik dan  menantang
  • Siswa  harus  dapat  mengaitkan  informasi  baru  dengan  informasi  yang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun