Aku menulis perihal hujan
Juga awan-awan hitam yang datang
Berkali-kali
Kau membacanya sebagai kepedihan
Lalu kau tawari aku payung dan pelukan
Yang katamu bisa kugunakan untuk kehangatan
Aku menulis perihal lampu-lampu yang padam
Juga hari-hari yang pergi
Kau membacanya sebagai kehilangan
Lalu kau menghampiri dan berkata,
"satu-satunya musim yang takkan mengenal kepergian ada di dadaku, mendekatlah dan dekaplah aku"
Di lembar terakhir
Aku menulis perihal kita; Aku, kamu, dan buku
Tapi kau membacanya sebagai sesuatu yang tak pernah ada,
Tak pernah kau baca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H