Mohon tunggu...
Herlina Nurmusfiroh
Herlina Nurmusfiroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiawa

Try everything and you will know more, writing is not just hobby, but obligation for me. I'm a newbie, so please criticizing and suggesting me.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kunci Kerukunan Antarumat Beragama (Islam dan Katolik) di Desa Klepu, Kecamatan Sooko

4 Juli 2024   23:59 Diperbarui: 5 Juli 2024   10:20 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuai agenda yang telah dituliskan, malam kedua ini peserta KPM dari IAIN Ponorogo di Desa Klepu Kecamatan Sooko, sowan ke rumah para tokoh desa, salah satunya yaitu Bapak Mustaqim (82) atau yang dikenal dengan Mbah Taqim. Untuk membuka topik, kami menanyakan tentang kunci kerukunan antar umat Islam dan Katolik yang selama ini dijaga dengan sangat baik, meskipun populasi antara umat Islam dan Katolik seimbang, namun tak sekali pun terjadi perpecahan antara warganya. "Warga yang saling menyadari satu sama lain, saling memiliki hak yang sama, dan saling menghargai adalah kunci dari kerukunan di desa ini." Tutur mbah Taqim. 

Perbincangan tersebut berlanjut pada sejarah adanya 2 agama yang saling berdampingan di desa yang guyup rukun ini. "Dahulu sebelum masuknya agama di desa Klepu sekitar tahun 1965 sebelum tahun1966 ada 3 partai, NU (Nahdhatul Ulama), PNI dan PKI (Partai Komunis Indonesia). Di tahun 63 saya dengan BRP (Barong Reog Ponorogo) ikut upacara 17an di kecamatan. Saya sebagai pengibar bendera berada di tengah, di antara pemuda Islam di kanan dan pemuda komunis di kiri saya. Setelah upacara agustusan, sore harinya para pemuda berkumpul di situ dihadiri oleh PNI sebanyak 34 orang, dari tokoh agama hadir 60 orang, dan dari tokoh PKI, pasukan hitam merah hadir 75 org. Di situ bisa dibayangkan seperti apa suasananya. Dulu desa ini hitam, banyak komunis di sini, sebelum akhirnya Komunis ditumbangkan pada 30 September oleh pasukan depan orang-orang NU." Papar Mbah Taqim.

Sebelum agama berkembang di desa ini, masyarakat pun masih sangat primitif, hingga agama Islam masuk dan beberapa waktu setelah itu disusul dengan masuknya agama Katolik pada tahun 1966. Awal mulanya terjadi banyak kesalahpahaman antara penganut Islam dan Katolik, salah satunya ketika acara undangan makan yang diadakan umat Katolik dan dihadiri kedua umat beragama, jika ada hidangan ayam dan umat Islam tidak makan karena proses penyembelihannya yang berbeda, masyarakat yang mengadakan hajat akan merasa tidak dihargai dan sakit hati. Namun sekarang karena masyarakat sudah saling menghargai dan menyadari perbedaan, biasanya masyarakat yang akan mengadakan hajatan meminta tolong masyarakat muslim untuk menyembelihkan ayam yang akan dimasak. 

Dalam usahanya mengembangkan Agama Islam sekitar tahun 1966-1967 mbah Taqim berusaha mempelajari dan mendalami ilmu keagamaan bersama Haji Salam di sebuah mushola kecil selama 6 tahun. Setiap maghrib sampai isya' beliau pergi ke mushola tersebut dengan berbekal ketekunan. "Setiap hari tiap mau magrib sampai habis isya' saya pergi ke langgar terus menerus yang penting hanya sregep." Jelas mbah Taqim. 

Lambat laun ada guru SD yang dahulu masih disebut dengan SR (Sekolah Rakyat) dari Bungkal, Pak Suyono, begitu beliau menyebutnya. Dan juga alm. Mbah Kurdi yang mengajarkan Al-Qur'an dengan metode klasik. "Saya diajari metode kuno, qur'an ditunjuk dengan penunjuk panjang, _bismillah... hirrahman... nirrahim..._ bacaan basmallah saja, sampai setengah bulan belum juga hafal." Beliau bercerita sambil memeragakan bagaimana guru beliau mengajar dahulu. Beliau juga mengatakan bahwa guru beliau tersebut mondok di Sombro dan menasehati, jika ingin belajar agama lebih mendalam, silakan pergi ke Sembro. Maka berangkatlah mbah Taqim dan Haji Salam ke Sembro untuk menuntut ilmu agama. Dan benar saja dalam waktu 2 bulan beliau sudah dapat membaca Al-Qur'an dan belajar tajwid dengan Pak Samsul.

Setelah mendapat cukup ilmu, beliau dan Haji Salam merintis pengajian di rumah-rumah, kemudian mendirikan mushola yang sebelumnya terletak di sebelah Utara jembatan Klepu, hingga Haji Salam mewakafkan tanahnya untuk didirikan masjid. Masjid tersebut masih berdiri kokoh hingga sekarang tepat di samping rumah Haji Salam. Beliau juga merintis takmir masjid desa dan organisasinya, yang mana setiap malam Ahad Kliwon mengadakan pertemuan bergilir dari masjid ke masjid. Pertemuan tersebut dihadiri oleh tokoh Muhammadiyah, tokoh NU, dewan dakwah, serta muda mudi desa.

Bersamaan dengan berkembangnya agama Islam di Desa Klepu, Agama Katolik juga mulai berkembang bahkan Kepala Desa Klepu masuk Katolik dan membuat kemajauan besar pada agama tersebut. Sekitar tahun 1967-1968 Kades mewakafkan tanahnya untuk pembangunan gereja, lalu mendatangkan pastur asli untuk memimpin warga yang beragama Katolik. Kepala Desa tersebut juga membeli sumber mata air atau sendang yang akan dibuat srperti situs sejarah wali tanpa memikirkan anggaran yang akan dikeluarkan. "Pak Kades ingin membuat tempat seperti situs sejarah wali dengan membeli mata air menjadikannya sendang yang dibangun dalam 7 bulan tanpa memikirkan anggaran, uang habis cari, uang habis cari lagi." Jelas Mbah Taqim.

Disamping itu pada tahun 1983, Desa Klepu kedatangan seorang Da'i yang membantu dalam pengembangan Agama Islam. Sehingga Islam dan Katolik berkembang bersamaan tanpa ada perselisihan karena masyarakat saling berpegang teguh pada agama yang dianutnya. Mbah Taqim mengatakan bahwa hikmah yang dapat diambil adalah bahwa suatu desa jika bersaing dalam hal agama, tidak akan ada kerukunan di dalamnya. Maka dari itu, kunci dari masyarakat Desa Klepu yang guyup rukun meskipun ada perbedaan dalam keyakinan tak lain karena masyarakatnya saling menghargai, saling menyadari perbedaan yang ada. Masyarakat juga membedakan mana yang urusan agama dan mana yang urusan bersama. Bahkan dalam pemilihan Kepala Desa, masyarakat sangat kompak dan meletakkan hak pilihnya bukan berdasarkan agama, melainkan berdasarkan etos kerja dan kualitas kepemimpinannya.

Dengan khidmatnya kami menyimak penjelasan Mbah Taqim tak terasa waktu semakin larut, Mbah Taqim mengakhiri cerita beliau dengan kebanggaannya terhadap Desa Klepu yang telah beliau perjuangkan bersama-sama dengan rekan-rekannya hingga dapat berkembang sedemikian rupa seperti saat ini. Desa Klepu dengan indahnya moderasi beragama, Desa Klepu dengan keasrian alamnya, Desa Klepu dengan  segala kearifan lokalnya, semoga selalu berjaya dan menjadi inspirasi masyarakat untuk terus menjadikannya lebih baik, seperti semboyannya "Klepu Jayandaru".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun