Seorang teman yang sudah menikah dan kelihatannya dia sedang gelisah karena belum mendapat momongan mendekati saya dan bertanya, "kaka sekarang umurnya berapa?" Mendengar pertanyaan tersebut, di dalam pemikiran saya sedikit kacau. Saya mencoba menebak apa maksud dari pertanyaan tersebut. Dengan nada datar, saya pun menjawab usia saya sekarang. Melihat wajahnya tersenyum kemudian dia menjelaskan "oh... berarti kita seumur" kemudian memberikan pertanyaan lanjutan "calon suamimu orang mana?" sumpah dalam hati saya merasa terganggu dengan pertanyaan basa basi ini, saya pun menjawab pertanyaannya dengan nada yang datar sambil tersenyum kesal "belum ada" tidak berhenti disitu dia pun melanjutkan untuk menasihati saya "kaka cepat sudah, cepat cari pacar biar cepat nikah, supaya cepat punya anak biar kelak tua nanti ada yang jaga, kalau sekarang belum ada pacar kasian kapan menikah dan punya anak?" mulut saya pun menjadi kaku untuk merespon pertanyaannya. Sambil menatap wajahnya dengan sikap optimis dalam hati saya mengatakan "saya baik-baik saja, saya tidak menderita ketika belum punya pacar, saya tidak mendadak sakit saat umur sudah 30 tahun dan kata orang-orang adalah waktu yang sangat terlambat untuk menikah.
Di waktu lain seorang teman saya yang terlihat menderita dan letih, dengan heboh menjelaskan bahwa jika dia dilahirkan kembali dia akan memilih untuk menikmati hidup sepuasnya dengan kesendirian, dia ingin bebas sampai ia puas sebelum menikah. Dia menjelaskan kepada saya mengenai pasangannya yang kurang pengertian, hal tersebut membuat hidup rumah tangganya menjadi kurang harmonis. Dia pun kembali menceritakan mengenai suasana saat pacaran dahulu berbanding terbalik saat bertambah usia pernikahan. Dia menjelaskan seolah-olah dia orang yang paling sial dalam memilih jodoh. Tak sedikit juga orang yang lain menceritakan pengalaman bahagia mereka saat berkeluarga.
Saya tidak mengatakan bahwa saya tidak akan menikah, saya juga tidak tahu kapan waktunya itu datang karena saya tidak sedang memikirkan dan menunggu. Dengan masukan orang-orang di sekitar untuk segera menikah tidak membuatku berubah dan memaksa Tuhan untuk segera memberikan saya jodoh. Hidup adalah sebuah pilihan siapa pun bebas memilih cara menjalani hidup dan harus berani mengambil risikonya. Lagian hidup  ini penuh dengan risiko atau masalah yang harus dijalani bukan untuk dihindari.
Kita terkadang melihat orang lain dengan sudut pandang kita sendiri, kita seolah-olah tahu persis apa yang akan terjadi dan akan dialami oleh orang lain jika melakukan hal yang menurut kita salah, kita mencoba masuk lebih dalam terhadap kehidupan orang lain, mencoba menasihati orang lain secara sepihak dan mutlak bahwa "kita itu hidup harus berpasangan, punya anak beberapa agar kelak kita tua nanti Dua puluh  atau Tiga puluh tahun kedepan sudah ada yang jaga dan menemani kita saat kita tua nanti. "
Ada baiknya juga kita menjalani hidup ini, saat ini, sakarang ini, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi suatu saat yang masih jauh, jika suatu saat itu benar-benar ada maka akan menjadi sekarang. Memang kita butuh persiapan tapi bukan berarti kita menjadi gelisah bahkan sakit untuk sesuatu yang belum tentu terjadi. Waktu Dua puluh atau Tiga puluh tahun ke depan, adalah waktu yang sangat lama untuk dipikirkan sekarang. Karena siapapun tidak pernah tahu apakah suatu saat itu akan terjadi atau tidak, dan akan datang atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H