Bukit Sikunir Dieng, atau lebih tepatnya Puncak Sikunir merupakan salah satu destinasi favorit yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Terletak di Wonosobo, Jawa Tengah bukit ini berada di desa tertinggi di Pulau Jawa, yaitu Desa Sembungan yang mempunyai ketinggian 2.306 MDPL. Keindahan golden sunrise-nya seolah selalu memiliki kekuatan sihir untuk membuat wisatawan lokal maupun mancanegara betah berlama-lama setiap harinya di Dieng.
Suhu menyentuh titik 11 C ketika kami menjejakkan kaki di Wilayah Sikunir. Sirna harapan untuk menemukan suhu 0C agar tercipta embun upas yang ramai diperbincangkan di media sosial. Kami pun segera putuskan untuk mengejar Golden Sunrise di puncak Sikunir dan mencoret kegiatan berburu "salju" di Candi Arjuna.
Bun upas yang menyerupai salju ini merupakan istilah warga Dieng untuk menyebut fenomena embun yang membeku hingga menyerupai bunga kristal. Fenomena ini hampir terjadi setiap tahun saat puncak kemarau, dan belakangan menjadi daya tarik di mata wisatawan.
Angin malam Dieng menyergap tanpa ampun. Dinginnya menembus tebalnya jaket hingga badan menggigil dan gigi bergemeretak. Perut yang keroncongan sepanjang 5 jam perjalanan dari Solo yang macet membutuhkan hangatnya mie khas daaerah ini sembari menunggu Subuh tiba. Aroma Mie Ongklok Wonosobo sekejab menggugah selera. Hangatnya mie lezat ini sontak mengurangi hawa dingin yang menyiksa.
Wisatawan umumnya berdatangan pada jam tiga pagi  ke area ini sebelum ke Bukit Sikunir untuk menikmati indahnya matahari terbit. Di sekitar sini cukup banyak toko dan warung serta pedagang kaki lima yang menawarkan jajanan khas Wonosobo. Homestay dengan harga terjangkau pun tersebar di sini dengan fasilitas standar berupa air hangat untuk mandi.
Melihat banyaknya pengunjung menjelang weekend ini, kami pun memutuskan mulai memacu mobil pada pukul 04.00 WIB setelah menyantap Mie Ongklok menuju parkiran Sikunir. Subuh kami putuskan untuk dilaksanakan di Mushola terdekat dengan Puncak. Di bawah langit yang bertebaran bintang, mobilpun melaju dengan pelan.
Antrian ternyata sudah cukup padat dan mengular. Wisatawan berlomba mencari tempat strategis untuk mendapatkan spot sunrise terindah dan terbaik se-Asia Tenggara. Konon hanya di Sikunir, pengunjung bisa menyaksikan dan menikmati warna jingga keemasan Golden Sunrise yang menyinari gunung-gunung tinggi dalam balutan kabut pagi.
Perjalanan kaki menanjak selama setengah jam menyusuri jalanan setapak yang telah dibangun cukup baik terasa seperti lomba marathon. Di kejauhan Danau Cebong masih terlelap dibuai ayunan malam yang sebentar lagi sirna. Pengunjung berbondong-bondong mendaki untuk berebut spot terbaik mengabadikan golden sunrise.
Meski tidak strategis, kami berhasil melompat ke salah satu batu terbesar di Puncak Sikunir. Meskipun banyak pengunjung berjubel, namun rasa saling tenggang rasa masih kental sehingga tidak ada yang main sikut atau injak kaki. Dengan sabar sambil berbincang antar pengunjung, semua menunggu detik-detik bangunnya Sang Surya.