Zaman now menjadi seorang guru adalah sesuatu. Guru yang diera sembilan puluhan sebagai sosok yang dihormati dan ditakuti, sekarang telah mengalami transformasi.
Transformasi ini  terjadi sebabnya bukan hanya dari satu pihak, tapi banyak pihak yang punya pengaruh di dalamnya.
Salah satunya dari sisi guru, betapa banyak guru yang sudah tidak mempunyai ruh dalam mengajar, menyampaikan pembelajaran sesuai text book tanpa menyelami nilai nilai aplikatif yang seharusnya bisa ditetapkan oleh anak didik. Guru yang kurang menyadari peran besar mereka yang bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, tapi ada nilai akhlak dan moral yang harus tetap diperjuangkan untuk bisa disampaikan kepada anak didik. Mengajarkan adab dan akhlak bukan hanya tugas guru agama, tapi tugas semua guru.
Perjuangan dan tantangan yang sangat besar buat para pendidik zaman now untuk mengembalikan eksistensi mereka.
Kunci sukes dalam pembelajaran adalah kedisiplinan. Ini hal yang sudah mulai langka yang bisa terlihat dari anak anak didik kita. Mungkin banyak para guru yang setiap hari harus menarik nafas panjang melihat anak didiknya berlaku santai bahkan sangat santai dalam urusan sekolah.
Tantangan besar saat ini, guru harus berhati hati dalam memberikan pembelajaran terkait kedisiplinan, karena yang ada niat baik akan jadi petaka. Kasus dilapangan sudah banyak,  bagaimana niat baik seorang guru menyentil anak agar  mau sholat atau menegur anak untuk tertib dalam aturan sekolah berbuah penjara.
Era sekarang para guru berhadapan dengan generasi milenia, gen z yang mendominasi bangku sekolah. Seorang  guru harus mampu memposisikan dirinya menjadi sosok yang punya magnet di hadapan para murid muridnya. Jadilah guru yang asyik buat mereka. Asyik diajak ngobrol, asyik diajak diskusi, asyik diajak curhat.
Setidaknya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk untuk menjadi guru yang asyik.
Pertama memahami karakteristik murid yang kita hadapi, jika sekarang bangku sekolah didominasi gen z maka kita sebagai pendidikan memahami apa yamg disukai dan tidak disukai mereka. Kedua, menghindari cara cara lama untuk menegur atau memberikan hukuman kepada mereka, ketiga mengupgrade diri, walaupun tidak sepenuhnya bisa mengikuti apa yang menjadi kebisaan mereka setidaknya bisa kita sedikit menguasainya, keempat berikan hukuman yang relevan dengan kesalahan mereka.
Kalau predikat guru asyik sudah melekat di pribadi sang guru, maka mudah mengendalikan atau mengadakan pendekatan kepada mereka. Sejalan dengan itu, terbuka peluang untuk menanamkan nilai nilai yang baik.
Selain itu guru juga harus memahami dua peran yang harus diterapkan dalam mengajar, dimana peran ini mempunyai efek yang luar biasa untuk melakukan pendekatan kepada anak didik. Kalau dua peran ini bisa maksimal di lakukan oleh para guru makan akan terbentuk chemistry antar guru dan murid.
Yang pertama peran guru adalah sebagai pemberi pesan, sampaikan perasaan kita baik positif atau negatif kepada murid kita dengan cara yang tepat. Jangan terlalu banyak berbicara, sampaikan dengan cara yang singkat dan jelas. Maka mereka akan memahami apa yang sedang kita rasakan pada saat berhadapan dengan mereka. Jika mereka sudah ikut merasakan maka sampaikan akibat positif dan negatif dari perasaan kita
Kedua, guru sebagai penerima pesan. Dengarkan, dan usahakan ikut berempati terhadap apa yang sedang dirasakan anak didik kita. Jadilah cermin buat mereka. Dengarkan apa yang menjadi keluh kesah mereka  meski kadang kita tidak sependapat dengan apa yang mereka rasakan, tapi usahakan untuk berempati dulu. Memberikan nasehat tidak bisa langsung, tapi harus menyelami apa yang sedang mereka rasakan saat itu.
Maka merupakan keniscayaan bagi para pendidik buat mengupgrade diri. Kalau ingin menjadi gutu yang berkualitas belajar dan belajar, jangan mengandalkan modal pengalaman dan lama usia mengajar, karena eranya sudah berbeda, perkembangan berjalan sangat cepat
Maka kejarlah, tidak cukup dengan berjalan tapi kita harus berlari.