Mohon tunggu...
Herliawan Setiabudi
Herliawan Setiabudi Mohon Tunggu... -

Just an ordinary Muslim who wants to be an extraordinary One!\r\n\r\nBerbagi ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Jepang Mengajari Kita

21 April 2013   19:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:50 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Nah, bedanya dengan di Jepang, dompet itu kembali sendiri, masih lengkap dengan isinya, tidak kurang sedikit pun. Kita cukup lapor saja ke pos polisi terdekat. Biasanya, dompet itu malah sudah ada di kantor polisi itu. Ada orang jujur yang mau mengembalikan dompet itu ‘apa adanya’.

Pengalaman dulu isteri di Jakarta kehilangan dompet, fungsinya laporan ke polisi hanya sekedar dapat surat keterangan kehilangan. “Lha wong saya saja kehilangan motor, pak”, begitu kata polisinya. “Makanya hati-hati kalau bawa dompet, bu”, tambah pak polisi.

Iya ya, ngapain lapor polisi, kalau polisinya saja kehilangan motor. Lalu bagaimana beliau-beliau mau nyari dompet kita? Waduh, memang serba salah hidup di negara kita sendiri.

ngat menghargai kesenyapan, jauh dari kebisingan. Jarang kami dapati orang Jepang ngobrol tertawa-tawa di tempat umum, hingga mengganggu orang lain.

Ketika kami masuk ke sebuah warung makan Pakistan, barulah aroma berisik ngobrol terasa, karena ada beberapa orang Pakistan yang lagi makan. Mereka bisa sambD

Senyap, Hobi Baca Sedikit Ngobrol

Salah satu kebiasaan masyarakat di Jepang yang kami perhatikan adalah mereka sil makan sambil ngobrol dan berisik. Sesuatu yang tidak terjadi pada orang Jepang.

Satu hal lagi yang juga tidak luput dari pengamatan kami, orang Jepang ini rata-rata pada hobi membaca. Di semua tempat, termasuk di dalam subway, mereka selalu pegang bacaan, entah buku atau pun koran. Atau kalau tidak, mereka sibuk menunduk memencet-mencet tombol HP. Tapi tidak bertelepon, mungkin lagi SMS atau malah membaca e-book.

Pemandangan ini agak berbeda dengan di negeri kita. Di dalam bus kota, kebisingan sangat kentara. Belum kondektur yang teriak-teriak, orang-orang yang ngobrol ngalor ngidul ke sana kemari. Bahkan masih diberisiki lagi dengan tukang ngamen yang tidak pernah ada hentinya.

Kebisingan sudah jadi bagian dari akidah hidup kita rupanya. Sesuatu yang kita tidak temukan di tempat umum di Tokyo. Masing-masing saling menjaga hak privasi orang lain, terutama dalam masalah kebisingan.

Menghargai Tenaga Manusia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun