"Hukum Irlandia bilang bahwa kalau perusahaan itu dimanage diluar Irlandia maka dia bukan wajib pajak Irlandia,maka dia hanya perlu membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh di Irlandia saja, diluar negeri tak perlu membayar pajak." ujar Bapak Ibnu Wijaya
Lebih lanjut, untuk memanfaatkan celah hukum perpajakan internasional, Google membentuk beberapa entitas tambahan di Belanda dan Irlandia. Misalnya, pendapatan yang diperoleh dari pembayaran langganan YouTube Premium atau Adsense diarahkan ke perusahaan Irlandia. Namun, penghasilan tersebut kemudian dialihkan sebagai pembayaran royalti kepada perusahaan di Belanda. Perusahaan Belanda ini, pada gilirannya, membayar royalti kepada entitas lain di Irlandia yang berbasis di Bermuda. Akibat dari transaksi berlapis ini, keuntungan yang dihasilkan di berbagai negara tidak dikenai pajak atau hanya dikenai pajak dalam jumlah minimal. Dalam beberapa kasus, tingkat pajak efektif yang dibayarkan perusahaan seperti Google bisa hanya mencapai 1% dari total pendapatan globalnya. Implikasi pada Negara Berkembang
Skema seperti ini sangat merugikan negara berkembang, termasuk Indonesia. Ketika perusahaan multinasional tidak membayar pajak secara adil, pemerintah kehilangan potensi pendapatan yang signifikan. Padahal, pendapatan pajak sangat penting untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya. Selain itu, praktik penghindaran pajak ini menciptakan ketidakadilan ekonomi. Perusahaan kecilbdan menengah, yang tidak memiliki akses ke skema rumit seperti ini, akhirnya menanggung beban pajak yang lebih besar secara proporsional. Hal ini juga dapat menciptakan persaingan yang tidak sehat di pasar.Â
Untuk mengatasi masalah ini, banyak negara dan organisasi internasional mulai mengambil langkah-langkah konkret. Salah satunya adalah inisiatif Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang dipimpin oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Tujuannya adalah untuk memperbarui aturan perpajakan internasional agar lebih sesuai dengan ekonomi digital yang berkembang pesat. Selain itu, penerapan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) juga perlu ditinjau ulang agar tidak memberikan ruang bagi perusahaan multinasional untuk mengeksploitasi celah hukum. Pemerintah negara-negara seperti Indonesia harus bekerja sama dengan yurisdiksi lain untuk memastikan bahwa pendapatan pajak dapat ditarik secara adil. Di sisi lain, kesadaran publik juga memainkan peran penting. Kampanye untuk memboikot perusahaan yang terlibat dalam penghindaran pajak dapat menjadi alat yang efektif untuk menekan mereka agar lebih bertanggung jawab. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mendorong pembentukan sistem perpajakan global yang lebih transparan dan adil.
Praktik penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional merupakan masalah yang kompleks dan memerlukan pendekatan multidimensi untuk menyelesaikannya. Pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan sistem yang lebih adil, dimana setiap entitas membayar bagian pajak mereka secara proporsional. Sementara itu, transparansi dan akuntabilitas harus ditingkatkan, baik di level nasional maupun internasional. Dengan demikian, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan dapat dipulihkan, dan pendapatan pajak dapat digunakan secara optimal untuk kesejahteraan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H