Pada Sabtu, 18 November 2024 kemarin program studi akuntansi perpajakan Universitas Padjajaran mengadakan Taxfest 2024 dengan mengusung tema "The Role Of Tax Treaties On Global Bussiness: Reforming Global Tax Rulles to Combat Digital-Era Tax Avoidance". Di acara tersebut mendatangkan salah satu pemateri luar biasa beliau adalah Bapak Ibnu Wijaya yang merupakan Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional III Direktorat Perpajakan Internasional, DJP yang membahas tentang praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar.Â
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara rinci bagaimana skema penghindaran pajak ini diterapkan, dampaknya terhadap perekonomian negara berkembang, serta langkah-langkah yang bisa diambil untuk memperbaiki sistem perpajakan global agar lebih adil dan transparan.Â
Dalam dua dekade terakhir, perusahaan multinasional besar, terutama yang berbasis di Amerika Serikat, kerap menjadi sorotan terkait praktik penghindaran pajak. Perusahaan-perusahaan seperti Google, Amazon, dan Uber telah menjadi contoh utama dari entitas yang memperolehp endapatan besar secara global tetapi hanya membayar pajak dalam jumlah yang sangat kecil. Fenomena ini memicu pertanyaan mendalam tentang keadilan sistem perpajakan dan menimbulkan kecemasan bahwa masyarakat umum, yang umumnya diwajibkan membayarp ajak penuh, akan kehilangan kepercayaan pada sistem ini. "Jika perusahaan yang kaya tidak membayar pajak tetapi kita sebagai orang biasa harus membayar pajak ini menjadi hal yang tidak adil." ujar...Â
Bagaimana Praktik Ini Terjadi?
Perusahaan multinasional memanfaatkan celah dalam sistem perpajakan global dan domestik melalui strategi yang kompleks untuk mengurangi beban pajak mereka. Salah satu taktik yang banyak digunakan adalah pengalihan keuntungan ke yurisdiksi dengan pajak rendah. Contoh kasus Google menunjukkan bagaimana perusahaan menggunakan metode yang disebut "Double Irish with a Dutch Sandwich" untuk mengurangi kewajiban pajaknya secara signifikan. "Contohnya Google Amerika itu sistem pajaknya hampir mirip dengan Indonesia, di Indonesia itu tarif pajaknya 22% dan di Amerika tarif pajaknya 21% , jadi jika google dapat penghasilan dari seluruh dunia langsung diterima oleh google, maka google hanya membayar pajak 21%." Di Amerika Serikat, tarif pajak perusahaan mencapai 21%, sementara di Indonesia tarifnya sedikit lebih tinggi, yaitu 22%. Google memanfaatkan struktur hukum di negara-negara seperti Irlandia, Bermuda, dan Belanda untuk memangkas kewajiban pajak globalnya hingga mendekatinol persen di beberapa wilayah.
Skema Double Irish dan Dutch Sandwich
Skema ini dimulai dengan mendirikan perusahaan di Irlandia, di mana hukum domestiknya
memberikan pengecualian pajak tertentu. Perusahaan ini kemudian dikelola secara efektif dari
Bermuda, sebuah yurisdiksi dengan pajak nol persen. Berdasarkan hukum Irlandia, perusahaan
yang dikelola dari luar Irlandia tidak dianggap sebagai wajib pajak di Irlandia, sehingga
penghasilan yang diperoleh di luar negeri tidak dikenai pajak. "Hukum Irlandia bilang bahwa kalau perusahaan itu dimanage diluar Irlandia maka dia bukan