Kegiatan "sharenting" semakin populer di kalangan orang tua generasi milenial. Namun, beberapa pakar perlindungan anak mengingatkan bahwa kegiatan digital ini memiliki banyak potensi bahaya dan dapat menempatkan anak dalam bahaya.
Salah satu bahaya terbesar dari sharenting adalah potensi pencurian identitas dan eksploitasi anak. Foto dan informasi yang diunggah dapat digunakan oleh pelaku kejahatan untuk tujuan yang tidak baik, seperti penipuan atau bahkan eksploitasi seksual. Selain itu, anak yang fotonya dibagikan tanpa izin bisa merasa hak privasinya dilanggar ketika mereka tumbuh dewasa. Beberapa kasus menunjukkan bahwa anak-anak mengalami perundungan (bullying) di sekolah karena unggahan orang tua yang dianggap memalukan oleh mereka.
Potensi pencurian identitas dan eksploitasi anak merupakan salah satu resiko terbesar dari sharenting. Pelaku kejahatan dapat menggunakan foto dan informasi yang diunggah untuk tujuan yang tidak benar, seperti penipuan atau bahkan eksploitasi seksual. Selain itu, ketika anak-anak menjadi dewasa, orang-orang yang membagikan foto mereka tanpa izin mungkin merasa hak privasinya dilanggar. Ada bukti bahwa anak-anak dibully di sekolah karena unggahan orang tua yang mereka anggap memalukan.
Tapi itu bukan berarti Anda harus menghindari sharenting sepenuhnya. Sharrenting tetap bisa menjadi cara yang aman untuk berbagi momen keluarga jika dilakukan dengan bijak, seperti membatasi informasi yang dibagikan, menyetel akun ke mode privat, dan meminta izin anak sebelum mengunggah. Untuk melindungi anak-anak dari ancaman dunia maya, orang tua harus lebih menyadari pentingnya literasi digital. Selain itu, keputusan untuk berbagi harus selalu mempertimbangkan kesehatan dan hak privasi anak.(hes50)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI