Pembentukan tiga kementerian baru sebagai pengganti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah memunculkan berbagai pertanyaan, salah satunya terkait nasib Kurikulum Merdeka. Kurikulum yang dirancang untuk memberikan fleksibilitas dan mengaktifkan peran siswa dalam proses pembelajaran ini kini berada di persimpangan jalan.
Kurikulum Merdeka, yang diluncurkan pada masa kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim, telah membawa angin segar dalam dunia pendidikan Indonesia. Prinsip utamanya adalah memberikan kebebasan bagi guru dan siswa dalam menentukan materi pembelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat. Dengan demikian, diharapkan siswa dapat belajar secara aktif dan mengembangkan kompetensi yang relevan dengan kebutuhan abad ke-21.
Namun, dengan adanya perubahan struktur kementerian, implementasi Kurikulum Merdeka menghadapi tantangan baru. Salah satu tantangan utama adalah memastikan kesinambungan kebijakan dan program yang telah berjalan. Kurikulum Merdeka membutuhkan dukungan yang kuat dari pemerintah, baik dalam hal penyediaan sumber daya, pengembangan perangkat pembelajaran, maupun pelatihan bagi guru. Dengan adanya tiga kementerian yang berbeda, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan menjadi sangat penting untuk menghindari tumpang tindih atau bahkan pertentangan.
Selain itu, kesiapan infrastruktur pendidikan juga menjadi faktor penentu keberhasilan Kurikulum Merdeka. Tidak semua sekolah di Indonesia memiliki akses yang sama terhadap teknologi dan sumber daya pembelajaran yang memadai. Hal ini dapat menghambat upaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang inovatif dan mendukung.
Tantangan lainnya adalah kesiapan guru. Kurikulum Merdeka menuntut guru untuk memiliki kompetensi pedagogis yang tinggi, mampu merancang pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan memanfaatkan teknologi secara efektif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan yang berkelanjutan bagi guru agar mereka dapat mengimplementasikan Kurikulum Merdeka dengan baik.
Meskipun terdapat berbagai tantangan, Kurikulum Merdeka memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sesuai minat dan bakat, kurikulum ini dapat mendorong tumbuhnya generasi muda yang kreatif, inovatif, dan mandiri. Namun, keberhasilan Kurikulum Merdeka sangat bergantung pada komitmen pemerintah, dukungan dari berbagai pihak, serta kesiapan seluruh komponen pendidikan untuk beradaptasi dengan perubahan.
Hal senada diungkapkan oleh Syamsul Rizal, Kepala UPTD Tanah Baru 1 Kota Depok," Sebagai kepala sekolah, saya melihat bahwa Kurikulum Merdeka menawarkan peluang untuk merancang pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan siswa dan konteks lokal. Dengan adanya kementerian yang dipecah, sekolah diberikan fleksibilitas lebih dalam menyesuaikan kurikulum sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah. Namun, perubahan ini juga dapat menimbulkan tantangan, seperti ketidakpastian dalam kebijakan dan implementasi yang dapat mempengaruhi stabilitas pendidikan. Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk beradaptasi secara proaktif dan memastikan bahwa semua pemangku kepentingan terlibat dalam pengembangan kurikulum agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal."
Kesimpulan
Pemecahan Kemendikbud Ristek menjadi tiga kementerian merupakan langkah strategis untuk meningkatkan fokus dan efektivitas pengelolaan sektor pendidikan, kebudayaan, dan riset. Namun, perubahan ini juga membawa tantangan bagi implementasi Kurikulum Merdeka. Untuk memastikan keberhasilan Kurikulum Merdeka, diperlukan koordinasi yang kuat antar kementerian, peningkatan kualitas infrastruktur pendidikan, serta pengembangan kapasitas guru. Dengan dukungan yang memadai, Kurikulum Merdeka dapat menjadi tonggak sejarah dalam reformasi pendidikan di Indonesia.(hes50)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H