Delapan tahun silam, di tengah gempuran film romantis dan restoran mewah sebagai tempat first date, saya memilih jalur yang berbeda. Museum Satriamandala menjadi saksi bisu awal kisah cinta saya dengan istri tercinta, wanita yang kini telah menjadi istri tercantik sejagad.
Perjalanan kami dimulai dari Vario hitam, melaju menyusuri jalan Raya Citayam yang penuh cerita. Vario hitam yang kami kendarai bukan sekadar tunggangan, melainkan saksi bisu dari awal cerita kami. Kami parkir di Stasiun Citayam, tempat dimana kereta-kereta menyimpan ribuan kisah setiap hari, namun hari itu, kisah kami yang akan tertulis.
Dari Citayam menuju Cawang, kami menaiki gerbong KRL Commuter Line yang menjadi saksi perjalanan hati kami. Di sana, duduk bersebelahan, ada perasaan 'dak dik duk' yang tidak biasa. Bukan karena gerbong yang penuh atau jalannya yang berguncang, melainkan karena kehadiran gadis cantik yang kini berada di sampingku.
Setiap stasiun yang kami lewati, setiap desah kereta yang terdengar, semakin mengukuhkan perasaan itu. Ada kehangatan yang tumbuh, ada rasa yang mekar, dan ada harapan yang bersemi. Di tengah hiruk pikuk penumpang, kami menemukan dunia kami sendiri, sebuah dunia dimana hanya kami berdua yang tahu, sebuah dunia yang kami mulai dengan senyuman malu-malu dan tatapan yang berbicara lebih dari kata-kata.
First date kami mungkin dimulai dengan cara yang sederhana, tapi perasaan yang kami bagikan di dalam gerbong kereta itu akan selalu menjadi kenangan yang manis dan romantis, sebuah awal dari banyak cerita yang akan kami rajut bersama.
Menjelajahi Sejarah, Menguatkan Cinta
Di Museum Satriamandala yang berdiri megah di Jakarta Selatan, kami tak hanya berbagi momen bersama pasangan, tapi juga berbagi sejarah, nilai-nilai, dan harapan untuk masa depan. Koleksi artefak, senjata, dan kendaraan di dalamnya membawa kami kembali ke masa perjuangan bangsa Indonesia.
Berjalan melalui diorama-diorama yang menggambarkan perjuangan TNI, kami merasakan kebanggaan dan penghormatan terhadap para pahlawan bangsa. Ini bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang nilai-nilai yang dapat kami bawa ke dalam hubungan.
Selanjutnya, kami menuju ke koleksi senjata lengkap yang menjadi daya tarik tersendiri. Koleksi senjata ini mencakup senjata tradisional seperti trisula, keris, bambu runcing, dan pedang katana, hingga pistol, Senapan, Stegun, dan lain sebagainya yang digunakan dalam masa kemerdekaan hingga sekarang.
Koleksi senjata yang digunakan prajurit Indonesia setelah tahun 1950 juga tak kalah menarik. Senapan Garand, M-16, Roket Hadge Hod, torpedo, ranjau laut, dan roket yang dibuat oleh negara-negara blok barat dan blok timur menjadi bukti sejarah perjuangan bangsa.
Di halaman belakang museum, kami berswafoto dengan koleksi kendaraan perang, mulai dari tank, panser hingga aneka pesawat tempur. Taman Dirgantara memamerkan tiga belas pesawat terbang yang pernah dipakai TNI sejak masa perang kemerdekaan.