Mohon tunggu...
Herlambang Saleh
Herlambang Saleh Mohon Tunggu... Guru - Guru

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Nastar: Sajian Manis Penuh Keceriaan di Hari Raya

18 Maret 2024   12:46 Diperbarui: 25 Maret 2024   09:35 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nastar: Sajian Manis Penuh Kecerian di Hari  Raya (Koleksi Pribadi)

Idul fitri atau lebaran sebagai waktu kemenangan penuh keceriaan, sukacita dan kebersamaan. Lebaran sebagai hari kemenangan tak lengkap rasanya tanpa sajian kue kering yang mengugugah selera. Kue kering menjadi hidangan yang memanjakan lidah lintas usia.

Salah satu kue kering yang selalu hadir dan dirindukan adalah nastar. Nastar memiliki perpaduan rasa gurih, asam dan manis. Rasa gurih yang berasal dari mentega, rasa asam manis berasal dari buah nanas yang diolah menjadi selai untuk isianya. Lalu dibalut adonan renyah dengan lapisan kuning telur, menjadikannya sajian populer setiap rumah di Indonesia.

Nastar menjadi populer dengan berbagai bentuk dan nama. Mulai dari nastar bulat, nastar cengkeh, nastar tulip, nastar keju, nastar pandan, nastar pita, pie nastar dan nastar keong.

Apapun modifikasi dan perkembangnnya, nastar memiliki sejarahnya sendiri. Sejarah nastar konon berawal dari negeri kincir angin dengan nama "ananas taartjes" atau "pineapple taart".

Nastar terinspirasi dari pie Belanda yang dibuat dalam loyang besar, dengan isian selai blubbery. Karena buah blubbery sulit didapatkan di Indonesia, akhirnya diganti dengan buah nanas yang memiliki citra rasa yang sama.

Resep tersebut diadaptasi oleh masyarakat Indonesia, menghasilkan nastar dengan ciri khasnya tersendiri. Kue mungil ini menjelma sebagai simbol tradisi dan kehangatan di momen lebaran.

Membuat nastar bukan hanya tentang mencampur bahan dan membentuknya. Di balik kelezatannya, tersimpan proses kreatif dan ketelatenan dalam membuatnya. Mulai dari membuat adonan yang pas, membulatkannya dengan rapi, hingga menghiasinya dengan olesan kuning telur, setiap langkah membutuhkan sentuhan tangan yang penuh kasih.

Bagi banyak orang, proses membuat nastar bersama keluarga menjelang lebaran menjadi tradisi yang tak terlupakan. Tawa dan canda mewarnai dapur, diiringi aroma khas mentega dan nanas yang membangkitkan kenangan masa kecil. Pristiwa ini memperkuat ikatan antar anggota keluarga dan menciptakan kenangan indah yang terpatri dalam ingatan.

Menyantap nastar bukan hanya tentang menikmati rasa manisnya. Setiap gigitan membawa kembali kenangan hangat bersama keluarga, momen kebersamaan saat lebaran, dan rasa syukur atas limpahan berkah. Nastar menjadi simbol tradisi dan budaya yang diwariskan turun-temurun, mempererat tali persaudaraan dan memperkaya khazanah kuliner Indonesia. (hes50)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun