Seperti kita ketahui Sekjen PBB Antonio Guterres telah menyatakan Status Final Papua di dalam Indonesia berdasarkan “uti possideti luris”, New York Agreement 1962, Act of Free Choice 1969, dan Resolusi PBB Nomor 2504, dimana dinyatakan :
a. PBB mendukung kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia dan issu kedaulatan bukan suatu pertanyaan bagi PBB
b. PBB memahami adanya kelompok separatis yang terus menerus membuat berita hoax dan demo anarkis dan tindak kekerasan.
Oleh sebab itu PBB tetap mendukung kedaulatan Indonesia atas Papua dan menutup peluang referendum para tokoh dan simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Dengan adanya pernyataan resmi dari PBB seperti di atas apakah Indonesia sudah bisa tidur nyenyak, dan akan tetap melanjutkan praktek-praktek politik, sosial budaya dan keamanan di Papua Barat seperti yang dilakukan pemerintah Indonesia selama ini?
Untuk itu, barangkali perlu terlebih dahulu kita cermati apa sebenarnya akar permasalahan yang menyebabkan timbulnya gejolak masyarakat Papua sampai lahirnya Organisasi Papua Merdeka.
Di dalam buku “Kisah-kisah Heroik Seputar Perjuangan Indonesia Merebut Irian Barat”, secara umum penyebab timbulnya gejolak disebabkan oleh berbagai aspek.
Pertama, dari aspek Ideologi/Politik, telah sejak lama dikalangan Rakyat Papua tumbuh dan berkembang suatu kepercayaan spiritual tentang akan lahirnya seorang pemimpin besar sebagai Ratu Adil yang menjanjikan kehidupan masa depan yang lebih makmur bagi Rakyat Papua. Janji-janji Belanda untuk menghadiahkan kemerdekaan bagi Rakyat Papua, tinggal sebuah mimpi setelah Irian Barat pada akhirnya menjadi bagian dari NKRI berdasarkan General Agreement New York bulan Agustua 1962
Kedua, dari aspek Sosial/Psikologis, dapat dipahami karena pengaruh penjajahan ratusan tahun serta tingkat pendidikan yang belum memadai sehingga kurang tajam dalam menganalisis masalah, kurang tajam dalam berpikir kritis, dengan pandangan yang sempit sehingga mudah dipengaruhi oleh hasutan-hasutan emosional dari oknum-oknum anti pemerintah.
Sementara pernyataan resmi dari pihak OPM sebagai motor penggerak pergolakan penyebab timbulnya pergolakan secara lebih rinci adalah :
a. Rasa senasib sepenanggungan untuk mempejuangkan kemerdekaan dan Negara Papua
b. Hendak meningkatkan dan mewujudkan janji Belanda yang tidak sempat direalisasikan akibat integrasi dengan Indonesia secara paksa dan tidak adil
c. Persetujuan Politik antara Indonesia dengan Belanda yang melahirkan Perjanjian New York 1962 tanpa melibatkan bangsa Papua sebagai Bangsa dan Tanah Air yang dipersengketakan
d. Latar belakang sejarah yang berbeda antara Rakyat Papua Barat dengan bangsa Indonesia
e. Masih terdapat perbedaan sosial, ekonomi, politik antara bangsa Papua dengan bangsa Indonesia
f. Eksploitasi hasil-hasil tanah Papua Barat yang dilakukan secara besar-besaran untuk bangsa Indonesia, sedangkan Rakyat Papua Barat tetap miskin dan terbelakang
g. Tekanan yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap Rakyat Papua sejak awal integrasi
h. Hendak mewujudkan cita-cita berdasarka keyakinan spiritual tentang akan lahirnya suatu Bangsa dan Negara Papua Barat yang makmur sampai akhir Zaman.
Sejak Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945, pihak Belanda yang tidak senang kalau Papua bergabung dengan Indonesia mulai melancarkan hasutan-hasutan kepada rakyat Papua, antara lain :
- Membungkam kabar tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia agar rakyat Papua tidak mengetahuinya
- Orang luar dilarang berhubungan dengan rakyat Papua
- Bangsa Indonesia adalah ras yang berbeda dengan rakyat Papua
Berbagai propaganda tentang kejelekan Indonesia - Membentuk satuan-satuan militer dari penduduk asli, untuk pada saatnya mengadakan perlawanan kepada Indonesia
- Janji untuk memberikan kemerdekaan krpada rakyat Papua.
Dari sekian banyak faktor penyebab tersebut diatas, kita akan tinjau pada salah satu aspek yang sangat sederhana, yaitu aspek Soaial Budaya, lebih dipersempit pada aspek budaya lokal, yang kalau kita lebih kerucutkan lagi dalam hal adat istiadat. Bagi masyarakat tradisional seperti masyarakat Papua, kebiasaan, adat istiadat setempat masih dipegang kuat yang diyakini sebagai kekuatan spiritual dalam menjalin sistem kekerabatan dalam kehidupan bermasyarakat.
Suatu ketika pada saat semangat perjuangan TRIKORA Indonesia sedang berkobar untuk membebaskan wilayah Irian Barat dari belenggu Kolonial Belanda, Deputi KSAD Mayor Jenderal A. Yani mengirim Kapten Suwondo secara rahasia ke Irian Barat atas permintaan seorang anggota militer Belanda, Kolonel Van Housen, Komandan Camp Arfak di Manokwari. Ketika itu pak Yani dengan rombongan sedang mampir di Hongkong dengan misi mencari peralatan militer di pasar bebas, secara kebetulan di sebuah restoran bertemu dan berkenalan dengan Kolonel Van Hpusen. Dalam bincang-bincang dengan Kolonel Van Housen, pak Yani dapat memahami bahwa sesungguhnya pihak militer Belanda tidak berminat sama sekali untuk bercokol di Irian Barat, namun kelompok politisi Belanda lah yang bersikeras untuk mempertahankan wilayah Irian Barat.