Berdasarkan syarat konstitusionalitas Perpu tersebut, Perpu No.1 Thn 2014 tidak memenuhi syarat formil lahirnya sebuah Perpu dikarenakan tidak terpenuhinya kegentingan memaksa (untuk Penjelasan mengapa tidak ada kegentingan yang memaksa dapat lebih lanjut lihat resume dan risalah Perkara No.119/PUU-XII/2014 pada website Mahkamah Konstitusi). selain itu Perpu No.1 Thn 2014 juga cacat materil (ada 50% lebih materil di dalam perpu cacat). Cacat Materil tersebut dapat membuat Pilkada Langsung tidak Demokratis seperti melegitimasi Politik Uang, melegitimasi Jual Beli Partai, melegitimasi penyalahgunaan jabatan, dll. (Cacat Materil lebih lanjut dapat dilihat pada resume dan risalah Perkara No.119/PUU-XII/2014 pada website Mahkamah Konstitusi)
DPR pun telah menyadari bahwa Perpu No.1 Thn 2014 bermasalah secara substansi atau materil, namun DPR berencana menyetujui dulu Perpu menjadi UU baru kemudian dilakukan revisi terbatas. Menjadi pertanyaan besar adalah apakah DPR dapat melakukan Revisi Terbatas suatu UU dalam waktu cepat? Saya beri gambaran bahwa sidang DPR saat ini akan berlangsung sampai dengan tanggal 18 Februari 2015, setelah itu Reses. Padahal perbaikan substansi Perpu merupakan hal yang sangat mendesak dan Pilkada Langsung akan dimulai pada bulan Februari 2015 berdasarkan tahapan yang dibuat KPU. Maka bisa dipastikan bahwa UU yang ditetapkan kelak akan membawa cacat materil Perpu yang menyebabkan Pilkada Langsung yang dimulai bulan Februari menjadi tidak Demokratis.
Ada langkah bijak yang seharusnya dilakukan DPR yakni dengan tidak terburu-buru menyetujui Perpu No.1 Thn 2014 menjadi UU dan menunggu Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Konstitusionalitas Perpu No.1 Thn 2014. Mengapa DPR harus menunggu Putusan MK, setidaknya ada beberapa hal penting dan urgent yang dapat dipertimbangkan :
1) menghindari UU Penetapan Perpu 1/2014 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Kalau sampai dibatalkan UU Penetapan Perpu maka akan terjadi preseden buruk ketatanegaraan kembali terjadi. Tentu masih ingat diingatan kita bagaimana MK membatalkan UU 4/2014 yang menetapkan Perpu 1/2013 (Perpu Penyelamatan MK).
2) menghindari Keputusan DPR hanya berdasarkan hasrat Politik dan kepentingan politik semata. Dengan berdiri bersandarkan Putusan MK, maka DPR telah terbebas dari kepentingan KIH, KMP, bahkan kepentingan Partai Demokrat dan SBY.
3) menghindarkan Pilkada Langsung yang tidak Demokratis. Pilkada langsung akan dimulai bulan Februari 2015, sangat tidak mungkin melakukan revisi terbatas dalam waktu singkat (karena terkenal selama ini pembahasan UU yang molor di DPR). Apabila menggunakan Perpu yang ditetapkan menjadi UU kelak, maka bisa dipastikan Pilkada Langsung menjadi tidak demokratis.
4) menghindari Presiden Jokowi jadi penyelamat/pahlawan dan meningkatkan Citra Jokowi sebagai Bapak Pilkada Langsung. Yang perlu pendukung Jokowi mengetahui adalah pasca perpu dibatalkan MK maka harus ada Perpu baru dikeluarkan Presiden krn hanya melalui Perpu jalan tersingkat memperbaiki ketentuan Perpu 1/2014 yang amburadul. Dengan alasan dibatalkan MK maka akan terjadi kekosongan hukum, sehingga sangat tepat langkah Presiden Jokowi mengeluarkan Perpu baru untuk memperbaiki Perpu 1/2014 yang amburadul (pastinya Jokowi akan menjadi pahlawan (hero) dalam hal ini). Dengan persetujuan DPR mendahului Putusan MK maka yang menjadi pahlawan adalah SBY krn Perpu SBY yang dipakai dan ditetapkan menjadi UU. Lagipula tidak perlu khawatir MK akan memutuskan Pilkada oleh DPRD karena MK akan mempertimbangkan Perpu yang diterbitkan kelak pasca Perpu 1/2014 adalah Perpu Pilkada Langsung (Presiden Jokowi tidak mungkin membuat Perpu Pilkada oleh DPRD).
5) menghindari Keputusan Politik DPR semata-mata krn kepentingan politik bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang berdasarkan UUD 1945 dan menyatakan Inkonstitusionalitas. Dalam kasus pengujian Perpu 1/2013 yang menjadi UU 4/2014, sudah sangat jelas Perpu 1/2013 diterima oleh DPR menjadi UU 4/2014 tidak mempertimbangkan Konsititusionalitas Perpu tersebut.
Penulis adalah orang yang sering berkecimpung dan beracara di Mahkamah Konstitusi dengan reputasi seluruh gugatan dikabulkan Mahkamah Konstitusi. Tidak ada salahnya saran penulis didengar oleh pembuat UU. Dan sudah jelas didalam Permohonan Perkara No.119/PUU-XII/2014, penulis selaku pemohon meminta kepada MK agar tetap memutuskan Pilkada Langsung (konstruksi Pilkada Langsung yang diminta penulis tergambar jelas di dalam Risalah dan Resume Perkara No.119/PUU-XII/2014). Jd pilihan sekarang ada di Pembuat UU yakni DPR dan Presiden atau Pembuat Perpu yakni Presiden. Tulisan ini hanya sekedar saran dan masukan. Berbeda pendapat itu biasa dan penulis sangat menghargai perbedaan pendapat. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H