[caption caption="Tradisi Membangkitkan Mayat (dok:kaskus.co.id)"][/caption]
Beberapa waktu yang lalu, tiba-tiba saya dihubungi salah satu staff dari Kedutaan Wina, Austria yang menanyakan tentang salah satu tradisi di Tana Toraja yaitu ritual membangkitkan mayat. Staff tersebut mengatakan bahwa turis di sana sangat penasaran dengan kegiatan membangkitkan mayat yang menurut mereka sangat tidak masuk akal. Mereka hendak ke Toraja jika sudah ada kepastian pelaksanaan ritual tersebut. Saya pun menjelaskan bahwa sejatinya ritual ini adalah ritual yang langka yang diadakan oleh keluarga tertentu di Toraja dan bukanlah bagian dari program kerja yang dirancang Dinas Pariwisata. Dinas Pariwisata hanya sebatas memberikan informasi jika ritual ini akan diadakan.
Sebagai pencerahan, asal muasal ilmu membangkitkan mayat Orang Toraja itu berawal di zaman pendudukan Jepang dimana saat itu orang Toraja bekerja sebagai buruh bangunan untuk membantu pembuatan kapal kayu tentara Jepang. Ketika Jepang jatuh ke tangan sekutu Amerika, para pekerja-pekerja ini berada dalam penyiksaan kerja paksa tanpa imbalan jasa yang pada akhirnya dipaksa menggali lubang panjang lalu mereka disuruh berbaris di pinggir lubang itu, kemudian ditembak satu persatu dan terkubur secara massal di lubang itu. Bagi yang lolos dari maut, mereka menekuni suatu ilmu gaib. Akhirnya, mereka bisa membangkitkan mayat yang terkubur massal kembali ke pegunungan untuk dikuburkan bersama keluarganya. Menekuni ilmu ini tujuannya hanya untuk mengantarkan jenazah kembali ke keluarganya. Ini bukanlah kebanggan tertentu buat keluarga dan bukan pula kebanggan yang dipertunjukkan.
Peringatan Bagi Wisatawan
Disarankan bagi para wisatawan yang bertandang di ritual ini untuk menghormati tradisi sakral ini mengingat di kegiatan sebelumnya para wisatawan “mengacaukan” jalannya kegiatan ini dengan mondar mandir mengambil foto/video tanpa meminta izin dari keluarga yang melaksanakan. Oleh karena itu, ada baiknya para wisatawan terutama pemandu wisata untuk meminta izin dari keluarga tersebut mengenai waktu dan tempat yang baik untuk mengambil foto/video sehingga nantinya pemimpin ritual merasa tak terganggu.
Enjoy Toraja. Salama Kaboro Lako Mintu Sangmane-Sangmaneku.
Referensi: Keunikan Budaya Pitu Ulunna Salu Kondosapata Mamasa
Penulis:
Alumnus Universitas Hasanuddin asal Tana Toraja, Heriyanto Rantelino
Facebook: Heriyanto Rantelino
Twitter: @Ryan_Nebula
No HP: 085242441580
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H