Suatu pengalaman berkesan bisa berada di Timika, Papua karena saya bisa melihat lebih dekat suasana kehidupan disini.  Mulai dari mengamati  bagaimana orang-orang asli Papua (OAP) berinteraksi, melihat kedekatan mereka dengan keluarganya dan juga perjuangan anak-anak muda Papua yang menimba ilmu di bangku sekolah.
Anak-anak Papua yang semangat bersekolah adalah suatu perjuangan yang patut diacungi jempol. Mereka menempuh berbagai lika-liku kehidupan dalam merajut mimpi-mimpinya menjadi orang berpendidikan. Mulai dari persoalan biaya, perlengkapan sekolah ,moda transportasi hingga tantangan dari dalam keluarganya sendiri.
Untung saja pemerintah Papua  menaruh perhatian cukup besar pada dunia pendidikan sehingga anak-anak OAP mendapat keringanan  biaya bahkan ada yang gratis di beberapa sekolah.Â
Hal ini membawa angin segar bagi mereka sehingga tak perlu pusing dengan biaya. Jika kemudian ada biaya-biaya, mereka berusaha  mencari biaya tambahan itu dengan melakukan banyak hal seperti menjual hasil kebun atau hasil dulangan.
Saya salut dengan anak-anak OAP yang tidak mengenal kata malu dalam bersekolah. Mereka tetap semangat sekolah sekalipun  baju seragamnya lusuh, sepatu lecek bahkan ada yang  tanpa alas kaki ke sekolah.Â
Yang terpenting mereka bisa bersekolah.  Untung saja banyak sekolah yang sudah maklum akan hal itu. Jika  jika jarak perjalanan ke sekolah cukup jauh, mereka meminta belas kasihan kepada para pengemudi  pickup/ truk yang melintas searah sekolah mereka dengan cara mengacungkan tangan sebagai tanda minta tumpangan bagi setiap kendaraan yang lewat.Â
Walaupun terkadang mereka menemui kekecewaan karena tak semua pengemudi menepi mengangkut mereka, namun semangat mereka sekolah tak pudar.
Tak hanya itu, tantangan yang cukup berat kadang  muncul dari keluarga sendiri yang tak mengerti bahwa pendidikan itu penting.  Terkadang ada anggota keluarga yang mengatakan bahwa tak ada gunanya sekolah, mendingan bantu keluarga mencari makanan dan kayu di kebun/hutan atau menemani keluarga mencari ikan.Â
Mereka membutuhkan perjuangan menyakinkan kepada keluarga bahwa mereka bersekolah agar kelak bisa menjadi sosok yang membanggakan keluarga .
Tentang Pemuda Papua Yang Sekolah Di Luar Papua
Tentu hal ini sulit, karena hal ini membutuhkan pengorbanan yang besar. Mereka meninggalkan kebersamaan keluarga, Â dan diperhadapkan dengan kesulitan mencari panganan yang sering mereka konsumsi seperti sagu, pinang dan olahan papeda di tanah rantau.Â
Belum lagi mereka harus sehemat mungkin karena keterbatasan dana bantuan dari pemerintah. Beruntung saja ada perhatian dari pemerintah melalui program beasiswa dan penyediaan asrama.
Untuk saudara-saudaraku, pemuda-pemudi OAP di luar Papua, Â Saya mengapresiasi setinggi-tingginya kepada mereka yang berani merantau, keluar dari zona nyaman, Â hidup dalam keterbatasan dana beasiswa, bagaimana meninggalkan keluarga dan kebiasan-kebiasan lainnya yang sulit dilakukan di tanah rantau. Memang, susah hidup di daerah perantauan karena mereka kadang mendapat perlakuan diskriminasi.Â
Sekalipun mereka tak mengusik orang disekitarnya, ada saja orang-prang  sumbu-sumbu pendek merasa terganggu. Tetap semangat kawan-kawanku, karena perjuangan kalian begitu berat dalam menempuh cita-cita membangun Papua keluar dari jurang kemiskinan dan disparitas.
Sebagai kata penutup, sa hormat dengan perjuangan kalian. Terus semangat sekolah biar kalau kalian pulang ke Papua, bisa bangun daerah ini lebih lebih maju lagi sehingga ko pu masyarakat bisa lepas dari jurang ketertinggalan. Salam persahabatan dari kami di Timika
Penulis
Heriyanto Rantelino, Pemuda Timika
Facebook: Heriyanto Rantelino
Instagram : @RyanLino7
No Whatsapp: 0852-4244-1580
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H