Saya teringat dengan momen tiga tahun silam kala  saya  dan teman-temanku mendaftar di sebuah perusahaan. Perusahaan itu tergolong memiliki reputasi yang baik.Â
Sebagai pelamar yang baik, kami mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari berkas dokumen yang diisyaratkan, pakaian yang akan dikenakan hingga melatih diri mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan tes kemampuan akademik dan tes wawancara.Â
Ini adalah sejumlah amunisi yang kami persiapkan matang-matang agar kelak bisa menjadi bagian dari perusahaan tersebut. Â
Namun diantara kami, ada yang keliatan santai-santai saja. Terbesit dalam pikiranku, apakah sang teman menganggap enteng serangkaian tes yang akan dijalani ataukah dia tak tak serius ikut mendaftar. Saya memberanikan diri bertanya kepadanya sebagai bentuk kepedulian. Namun jawaban yang saya terima sungguh tak terduga.Â
Dia mengatakan bahwa dia sudah punya bekingan orang dalam dimana dia meyakini orang itu pasti akan menolongnya tanpa mengeluarkan sepeser rupiahpun. Muncullah keherananku  dan melancarkan pertanyaan saya selanjutnya bahwa mengapa bisa demikian. Lalu dia menjawab bahwa dia sudah melakukan "hubungan" dengan orang dalam.Â
Oalah, dia mengandalkan hal itu toh pantasan saja dia keliatan tenang-tenang saja.Pada kenyataannya, dia memang yang terima dan kami lainnya terpental.
Tiga tahun berlalu, tiba-tiba sang teman menelpon menanyakan kabar sekaligus menanyakan mengenai lowongan kerja.Â
Saya kaget, bukannya dia sudah bekerja di perusahaan bonafit, mengapa dia mau resign. Â Dia pun menumpahkan curahan hatinya bahwa selama dia bekerja, dia tertekan batin karena harus meladeni" kemauan" orang yang telah menolongnya dahulu padahal orang tersebut sudah berkeluarga.Â
Jika dia menolak, maka dia berada dibawah bayang-bayang  pemecatan.  Dia sudah tak tahan menghadapinya dan mau mencari pekerjaan yang membuat dirinya tenang tanpa beban.
Pelajaran Hidup
Ada pelajaran yang saya petik dari hal ini bahwa  butuh perjuangan besar dalam melamar suatu pekerjaan.  Jikalau mendapat jalan yang instan, pasti ada syarat dan ketentuan berat yang harus dihadapi terutama yang berkaitan dengan  norma-norma kehidupan.
Ada dua diplomasi yang kadang menghampiri para Generasi Millenials(GM) , mau lewat uang sogokan atau menuruti keinginan nafsu duniawi orang tersebut.Â
Orang-orang yang tak bertanggung jawab tersebut memanfaatkan situasi yang dialami generasi millenial yang masih labil. Â Sang generasi millenials pun merasa percaya bahwa dengan hal itu akan memuluskan jalannya.
Dibalik jalan instan tersebut, tersembunyi dampak yang akan menghantui. Mulai dari tekanan, munculnya penyakit hingga pada  rasa frustasi akibat penyesalan karena berada pada lingkungan yang serba salah. Â
Bukan bermaksud menggurui, tapi alangkah baiknya jika kita  giat melatih kemampuan diri baik itu yang berhubungan dengan tes kemampuan akademik, kemampuan fisik, psikotes,  tes wawancara,  tes kesehatan dan tak kalah penting adalah memperbaiki attitude.Â
Di era sekarang banyak kok tempat kerja baik itu instansi pemerintah maupun swasta yang menerapkan transparansi dalam menentukan karyawan yang direkrut. Lihat saja Tes CPNS dan BUMN akhir-akhir ini, banyak pesertanya yang bersaksi bahwa mereka lulus murni kok. Jadi jangan khawatir  kawan-kawan.
Tersebut itu seterusnya hanya dipandang sebelah matam orang yang tak punya kemampuan hanya andalkan kemampuan di ranjang saja.
Yang patut direnungi adalah orang-orang yang menawarkan hal-hal instan secara tak langsung memandang hina keberadaan kita dan memandang sebelah mata kemampuan. Â Terbujuk oleh rayuan mereka pada akhirnya akan membawa kerepotan dari diri dan menemukan ketidaktenangan dalam bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H