Mohon tunggu...
Heriyanto Rantelino
Heriyanto Rantelino Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pemuda Papua Yang Menikmati Petualangan sebagai ASN Sekretariat Daerah Di Belitung Timur

ASN Belitung Timur, Traveler, Scholarship Hunter. Kontak 0852-4244-1580

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memahami Kode Etik Jurnalistik dari Bapak Ridlo Eisy

27 Maret 2014   08:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:24 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu kesempatan yang luar biasa bisa bertemu langsung dengan bapak Muhammad Ridlo Eisy yang saat ini bertugas sebagai Ketua Komisi Pengaduan Dan Penegakan Etika Dewan Pers. Beliau menjadi pemateri dalam kegiatan Pendidikan Dasar Jurnalistik Identitas Unhas yang ke 40 di kota Makassar. Beliau hadir sebagai pemateri pada sesi pertama tanggal 21 Maret 2014. Bertempat di gedung LEC Athirah Antang, beliau memaparkan presentasinya di depan peserta yang kebanyakan didominasi mahasiswa. Adapun pelajaran inspiratif yang saya dapatkan dari beliau yaitu

1. Jaminan Konstitusi untuk Kemerdekaan Pers

Hal ini tercantum dalam Pasal 28F yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

2.Beberapa Undang-Undang yang Mengancam Media yaitu:
a. KUH Pidana

b. KUH Perdata

c. Undang-undang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

d.Undang-undang Perlindungan Konsumen

e.UU Perseroan Terbatas

3. Penilaian terhadap Pers

1.Pornografi;

2.Character assasination;

3.Berita bohong dan provokatif;

4.Iklan-iklan yang tidak lagi dalam dimensi sebenarnya, dan

5.Banyaknya wartawan bodrex yang berkeliaran

Diungkapkan Meneg Kominfo Sjamsul Muarif dalam dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI, 6 Desember 2001. Kemudian dikenal dengan kebablasan pers.

4. Penilaian terhadap Pers (2)

·Kebebasan Yang Kebabalasan

·Pornografi Penumpang Gelap

·KemerdekaanPers.

·Hukum Tak Lagi Ditakuti Media

·Pers Sebagai Tirani Baru

·Dewan Pers Bisakah Diharapkan ?

·Arogan Karena Media Punya Hak Menuntut

·Solidaritas ……. Menutupi Kelemahan

·Mencampuradukkan AntaraFakta Dgn Opini

·Berkedok Freedom Of Expression

Irjen Pol Bashir Barmawi – Divisi Humas Polri

5. Penghambat Kemerdekaan Pers

a. Dari luar pers:

1.Pemerintah dan aparat terkaitnya, antara lain TNI, Polri, Kejaksaan, Gubernur, Rektor PTN, Bupati, Walikota.

2.Partai politik, organisasi massa.

b. Dari dalam pers:

1.Rendahnya profesionalisme pers

2. Keluhan Meneg Kominfo terhadap Pers yaitu Pornografi, Character Assasination, berita bohong, iklan yang tak beretika, wartawan amplop.

3. Pemimpin Redaksi

4. Pemilik Perusahaan Pers

Kode Etik Jurnalistik

1.Pasal 1, Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran

a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untukmenimbulkan kerugian pihak lain.

2. Pasal 2, Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:

a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b. menghormati hak privasi;

c. tidak menyuap;

d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;

e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;

f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;

g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;

h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

3.Pasal 3, Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.

b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

4. Pasal 4, Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran

a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.

d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

5.Pasal 5, Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran

a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.

b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

6. Pasal 6, Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran


  1. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.

b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi

7. Pasal 7, Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumberyang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran

a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.

c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.

d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

8. Pasal 8, Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran

a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.

b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

9. Pasal 9,Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.

b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

10.Pasal 10, Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran

a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.

b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

11. Pasal 11, Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran

a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

Demikianlah beberapa materi yang saya dapatkan dari Bapak Ridho Eisy. Secara khusus saya mengucapkan terima kasih atas kedatangan bapak ke Makassar untuk berbagi pengetahuan dengan calon-calon wartawan muda di Makassar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun