Mohon tunggu...
Heriyanto Rantelino
Heriyanto Rantelino Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pemuda Papua Yang Menikmati Petualangan sebagai ASN Sekretariat Daerah Di Belitung Timur

ASN Belitung Timur, Traveler, Scholarship Hunter. Kontak 0852-4244-1580

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berjuta Makna Sosial dibalik Falsafah Lokal Sulawesi Selatan

13 Oktober 2014   18:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:12 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_347472" align="aligncenter" width="320" caption="lobelobenamakassar.blogspot.com"][/caption]

Saya teringat 6 tahun silam ketika menikmati berstatus mahasiswa baru di Universitas Hasanuddin. Saat itu, saya mendapat teman-teman baru yang berasal dari berbagai latar belakang asal daerah. Awal-awalnya kami merasa canggung untuk berkomunikasi satu sama lain sehingga terkesan timbul sekat-sekat diantara kami. Ada juga beberapa orang yang masih terbawa dengan sifat fanatik terhadap  teman yang berbeda daerah dengannya. Sulitnya  terhubung satu sama lain membuat kami susah bekerjasama baik itu dalam menuntaskan tugas perkuliahan.

Suatu ketika, senior-senior mengumpulkan kami dalam suatu ruangan dan mengatakan bahwa semua mahasiswa baru wajib untuk mengikuti kegiatan pengkaderan yang dikenal dengan ospek. Kegiatan pengkaderan ini pada awalnya bertujuan untuk membina rasa persaudaraan diantara mahasiswa baru dan senior.

Pada awal-awal pengkaderan, kami hanya mau terlihat kompak di depan senior saja agar nantinya bisa terhindar dari hukuman. Hingga suatu ketika, kami diwajibkan mengikuti salah satu rangkaian pengkaderan berupa kelas sharing dari salah satu senior.  Beliau lebih banyak berbicara mengenai keterkaitan kearifan lokal orang Sulawesi Selatan dalam membina hubungan persaudaraan dengan orang-orang disekitarnya. Saya paling suka ketika beliau menjelaskan makna  salah satu falsafah lokal orang Bugis Makassar yaitu Siri’Na Pacce

Siri' Na Pacce merupakan keterikatan dan kesetiakawanan  di antara mereka menjadi kuat tanpa mengenal adanya perbedaan terutama menyangkut asal usul daerah/suku. Siri artinya rasa malu yang terurai dalam dimensi harkat dan martabat manusia atau sesuatu yang tabu bagi masyarakat Bugis-Makassar dalam melakukan interaksi dengan orang lain.

Pacce adalah sebuah konsep yang menuntut seseorang  bisa menjaga solidaritas kelompok  sehingga bisa menjadi seorang perantauan yang disegani dan dihormati atau sikap belas kasih dan perasaan penanggung beban dan penderitaan orang lain meskipun berlainan suku.

Beliau menekankan bahwa sebagai mahasiswa perantauan, penting untuk membina suatu hubungan/connected dengan mahasiswa lainnya sehingga nantinya terjalin hubungan yang baik dan harmonis

Peran Lontara dalam Membina Konektivitas dengan Sesama

Selain Siri' Na Pacce, beliau juga menjelaskan tentang peran Lontara  dalam membangun hubungan sosial dengan manusia lainnya. Lontara merupakan aksara tradisional masyarakat Bugis Makassar yang kaya dengan makna filosofi. Lontara menganjurkan manusia agar memiliki perasaan kemanusiaan yang tinggi, rela berkorban, menghormati hak-hak kemanusiaan seseorang demi kesetiakawanan atau solidaritas antar sesama manusia, berusaha membantu orang, suka menolong orang menderita, berkorban demi meringankan penderitaan orang lain serta berusaha pula membagi kepedihan itu ke dalam dirinya.

Dari sekian banyaknya makna filosofi Lontara, yang digunakan beliau saat itu adalah makna Iya padecengi assiajingeng  yang artinya hal-hal yang bisa memperbaiki hubungan kekeluargaan. Adapun hal yang dimaksud yaitu:

1. Siaddappengeng pulanae ( selalu memaafkan)

2. Sianrasa-rasannge nasiammase-maseie (sependeritaan dan kasih mengasihi

3.Tessicirinnaiannge ri sitinajae (rela merelakan harta benda dalam batas-batas yang wajar)

4. Sipakainge’ri gau’patujue ( ingat memperingati dalam hal-hal yang benar)

5. Sipakario-rio ( gembira menggembirakan)

Hasil “doktrin” senior  inilah yang  akhirnya membuat kami tersadar bahwa kami saat itu bukan berstatus sebagai teman sesama mahasiswa tetapi merupakan satu bagian keluarga yang  harusnya membantu  jika ada teman kesusahan  dan saling mengingatkan jika ada teman yang lalai.

Salam budaya dari mahasiswa  Universitas Hasanuddin asal Rantepao, Tana Toraja, Heriyanto Rantelino

Facebook: Heriyanto Rantelino
Twitter
@Ryan_Nebula
No Kontak :085242441580

1423713003795892719
1423713003795892719

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun