Mohon tunggu...
Heri Susyanto
Heri Susyanto Mohon Tunggu... -

TKI tinggal dan bekerja di Ruwais, Abu Dhabi, UAE

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ayo Go International - Menjadi TKI Sejahtera dan Bermartabat

22 Juni 2011   09:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:17 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada dua alasan kuat kenapa kami, komunitas Indonesia di UAE, selalu mengkampanyekan “Ayo Go International”, sebuah kampanye yang ditujukan kepada para professional Indonesia untuk membuka mata, melihat dan memutuskan untuk bekerja di luar negeri, terutama di Timur Tengah. Alasan yang pertama adalah alasan martabat bangsa, sedang alasan berikutnya adalah keinginan kuat untuk berbagi, membagi informasi, ilmu dan pengalaman kami kepada teman-teman di Indonesia.

Siapa tidak sedih, siapa tidak tersayat dan siapa tidak tersinggung jika kita bangsa Indonesia selalu direndahkan oleh bangsa-bangsa lain. Citra bangsa Indonesia dihadapan negara-negara kaya sudah ada pada titik terendah, titik nadir, titik kritis, pada sebuah titik dimana negara-negara lain kurang menghormati kita. Untuk mengembalikan ke posisi semula tidaklah mudah, harus ada sebuah usaha yang luar biasa besar yang diupayakan terus menerus dalam waktu yang cukup panjang.

Kenapa bisa demikian rendahnya citra kita? Ada banyak faktor, diantaranya: budaya korupsi, budaya kurang peduli, budaya tidak jujur dan faktor-faktor lain. Kami yakin, bahwa salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk diperbaiki adalah menyangkut keberadaan para TKI informal (sering kita menyebutnya TKW saja) yang telah menyebar ke segala penjuru dunia. Ledakan export TKW ke manca negara yang diharapkan memberikan dampak positif dalam hal ekonomi domestik, ternyata memberikan dampak buruk yang luar biasa terhadap citra bangsa di mata negara-negara penerima TKW. Banyak kasus-kasus yang melibatkan Singapura, Malaysia dan Arab Saudi yang dengan jelas, dengan mata telanjang bisa disimpulkan sendiri bahwa kita sudah tidak berdaya.

Di Asia Tenggara apalagi di Timur Tengah, keberadaan TKW dengan pendidikan dan ketrampilan rendah telah merubah cara pandang mereka terhadap kita, bangsa Indonesia. Kasus yang berulang-ulang tentang TKW, kasus TKW yang sering membuat pemerintah di negara-negara Timur Tengah kewalahan, perlahan namun pasti memberikan dorongan kuat untuk menjustifikasi dan memberi label bahwa kita adalah bangsa TKW.

Kami tidak bisa membayangkan bagaimana nasib bangsa ini, jika yang tersebar di Malaysia, di Singapura, di Timur Tengah hanyalah para TKW, maka yang mereka kenal adalah TKW. Untuk itu, karena tidak bisa dihilangkan keberadaan TKW, maka harus ada upaya yang terstruktur untuk membuat “distribusi normal” komunitas Indonesia ditengah-tengah masyarakat mereka. Komunitas Indonesia di kantong-kantong TKW harus di-normal-kan. Rasio TKI professional dengan TKW harus dibuat 9 banding 1. TKW harus ada 1 diantara 10 total pekerja yang ada, syukur-syukur seluruhnya adalah TKI profesional.

Jika kondisi ini bisa kita capai, kita bisa memperbaiki citra bangsa melalui pendekatan alamiah memperkenalkan sosok manusia lain dari Indonesia. Orang per orang dari bangsa lain kita tunjukan bahwa bangsa Indonesia bukanlah TKW, bukanlah sekelas TKW, tetapi ada banyak yang professional seperti kami. Inilah alasan pertama, mengapa kami selalu mengajak teman-teman professional di Indonesia untuk bergabung dan berduyun-duyun bekerja di Timur Tengah.

Alasan kedua adalah berbagi. Timur Tengah dan negeri-negeri yang lain adalah sumber gula. Kami sudah membuktikan sendiri, bahwa bekerja dan tinggal di luar negeri ternyata tidak sulit, jika kita mengetahui trik-triknya.

Sebuah kampanye yang terstruktur untuk mengajak teman-teman professional di Indonesia sedang kami siapkan. Melalaui kemasan seminar dan pembuatan buku “Ayo Go International - Menjadi TKI Sejahtera dan Bermartabat”, kami berharap agar suara ini bisa menggema ke seantero republik.

Hingga kini harapan kami untuk mendapatkan sponsor yang bisa memberikan bantuan dana sehingga bisa meng-gratis-kan seminar belumlah terwujud, namun “Sekali Layar Terkembang Surut Kami Berpantang”. Maju terus pantang mundur.

http://www.NumberOneEO.com

Salam,

Heri Susyanto

Pemerhati Masalah Ketenagakerjaan di Timur Tengah

Ketua Link-Kita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun