Dulu bagi saya menulis adalah kegiatan yang sangat melelahkan. Kenapa demikian? Karena yang saya bayangkan bahwa menulis itu membutuhkan ide atau inspirasi lewat perenungan yang dalam. Â Atau mesti bersemedi dulu lalu ada wangsit yang turun secara tiba-tiba, dan akhirnya dituliskan ke dalam bentuk tulisan dengan lancar. Namun apakah benar demikian?
Ternyata menulis itu tidak harus berkontemplasi dulu untuk mendapatkan ide. Ide itu banyak terjadi di sekitar kita. Tentang kejadian yang luar biasa, atau tentang uneg-uneg yang kita pikirkan.
Menulis pada awalnya memang sulit. Menyusun kalimat, merangkai paragraf tentu membutuhkan pembelajaran yang bisa memakan waktu lama. Untuk itu menulis membutuhkan kebiasaan. Dan untuk menumbuhkan kebiasaan itu sering kali harus dipaksa, namun dengan perasaan tidak terpaksa dan terbebani. Dipaksa, itu wajar. Karena menulispun perlu komitmen. Kalau memang punya keinginan menjadi penulis, tentu ini adalah hal yang penting. Sesuatu yang penting perlu mendapatkan skala prioritas di antara banyaknya kegiatan dan pekerjaan kita. Maka tentu saja, kalau belum terbiasa harus dibiasakan dengan dipaksa. Ya, dipaksa untuk berdisiplin menulis secara teratur. Apakah seminggu 2 kali, atau seminggu 4 kali. Atau bahkan setiap hari berusaha menulis meskipun sedikit, jika dilakukan terus menerus akan memiliki dampak yang hebat. Secara pelan namun pasti, kebiasaan menulis akan menempa skill kita, sehingga dalam jangka waktu yang lama kita akan terbiasa menulis dengan mudah. Sangat jauh berbeda denga awal-awal belajar menulis.
Maka, saya coba katakan terutama pada diri saya sendiri dengan kata-kata penyemangat  "ala bisa karena dipaksa". Jika keinginan menulis itu tumbuh dari hati yang terdalam, maka pemaksaan ini tak akan menimbulkan perasaan tersiksa dan terbebani. Tapi justru semakin lama tak lagi terasa sebagai pemaksaan, justru perasaaan butuh yang sangat tinggi. Akan terasa ada yang hilang jika sehari saja tidak menulis. Dan mungkin akan menjadi kebutuhan sebagaimana kebutuhan makan dan minum.
Sebenarnya apapun profesi kita, sering kali awalnya kita dipaksa. Tak ada yang suka dipaksa, tapi jika itu akan berdampak baik maka pemaksaan ini justru diperlukan. Tukang gado-gado, tukang bakso, atau tukang kebun, mungkin awalnya dia tak ingin bekerja seperti itu. Tapi kadang ada faktor yang mendorong dia harus melakukannya, entah itu karena faktor pendidikan yang tak memungkinkan untuk bekerja di kantor, atau faktor ekonomi di mana dia harus mendapatkan uang untuk makan. Maka mereka mencoba yang paling mungkin dan bisa dilakukan, walaupun awalnya tidak menginginkan. Tapi setelah 2 atau 3 tahun apa yang terjadi ? Mereka sudah lihai membuat gado-gado, lihai membuat bakso, dan bisa melayani 10 orang pembeli hanya beberapa menit. Dan mungkin kalau saat itu disuruh untuk bekerja kantoran mereka tidak mau, karena mereka sudah bisa menikmati hasil bertahun-tahun bergelut dengan bakso atau gado-gado.
Jadi untuk menulispun, bisa karena dipaksa saya pikir bisa berlaku juga. Kalau tidak, cita-cita ingin menjadi penulis hanya tinggal mimpi. Karena profesi apapun perlu kedisiplinan dan keteraturan berlatih.
Salam Menulis.
Dari saya yang baru belajar menulis, tapi sudah sok ngasih tahu  soal menulis..hehehe maaf ya, ini terinspirasi dari belajar nulis speed writing dari Kang Pepih, saya tulis artikel ini dalam watu 25 menit, belum sampai 15 menit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H