Mohon tunggu...
Heri Purnomo
Heri Purnomo Mohon Tunggu... Administrasi - nothing

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Bulan Kemerdekaan RTC] Sartini Dan Jugun Lanfu

18 Agustus 2016   17:46 Diperbarui: 18 Agustus 2016   17:56 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lustrasi: aktudahulu.blogspot.com

Ini kisah di tahun 2045. Sebut saja namanya Sartini. Panggilannya Tini, tapi sebagian kecil orang terbiasa melecehkannya dengan panggilan si Jepun. Panggilan yang tentu tak disukainya. Tapi ia cukup sabar dan akhirnya menjadi tebal telinga untuk kesekian lamanya.

Tini tumbuh sebagai perempuan dewasa dengan fisik sedikit berbeda dengan kebanyakan wanita lainnya di negeri ini. Kulitnya putih ada sedikit warna kuning langsat khas wanita Indonesia. Matanya sipit, pertengahan antara sipit Cina dan Korea. Lebih tepatnya sipit seperti mata orang Jepang. Tidak heran panggilan Jepun disematkan pada dirinya.

Bukan tanpa alasan mengapa Tini sangat mirip orang Jepang. Berawal dari buyutnya ( ibu dari neneknya ) yang bernama Sariyem. Sartini adalah keturunan ke 3  atau biasa disebut cicit dari seorang Sariyem, wanita yang menjadi salah satu korban kebrutalan penjajah Jepang kala menguasai negeri ini 103 tahun yang lalu. Tahun 1942, Sariyem yang saat itu masih berumur 13 tahun dipaksa menjadi pemuas birahi tentara Jepang. Ia tinggal di lanjo ( semacam rumah khusus ) tempat berkumpulnya gadis-gadis belia yang dijadikan budak seks para tentara Jepang. Dalam satu hari ia harus berapapun lelaki yang mau menikmati tubuhnya, bahkan 10 hingga 15 lelaki setiap hari. Jika menolak, siksaan yang sangat menyakitkan harus rela diterima sebagai akibatnya. Tendangan, pukulan hingga dibiarkan kelaparan sering dialami sebagai hukuman bagi mereka para budak seks yang berani melawan atau menolak perintah. Para tentara menyebut mereka jugun lanfu, yang artinya wanita penghibur. Padahal mereka tidak benar-benar menghibur, melainkan diperkosa dan dijadikan budak seks yang diperlakukan secara brutal dan terencana. Sebuah kejahatan perang yang sampai detik ini si penjahat tetap tak terjamah dan tak pernah ada pengakuan bersalah dari negara yang melegalkan jugun lanfu. Bahkan dunia international pun tak mampu berbuat banyak.

Tidak seperti buyutnya, Sartini hidup di masa yang jauh berbeda. Sartini tumbuh menjadi wanita dewasa setelah 100 tahun negeri ini merdeka. Di usianya yang ke 30 semangatnya tetap menyala. Seperti Kartini, ia terpanggil untuk menuntut kemerdekaan kaum wanita yang masih dianggap warga kelas dua. Ia merasa statusnya sebagai seorang keturunan jugun lanfu masih dipandang sebagai warga yang termarginalkan. Di media sosial ia aktif mengkoordinir anak-anak keturunan jugun lanfu. Misi persamaan hak dan tuntutan permintaan maaf terhadap ratusan ribu jugun lanfu di negeri ini, senantiasa dikumandangkan di setiap kesempatan. Berbagai petisi, surat-menyurat, tulisan  bahkan demonstrasi pun dilakukan oleh grup yang dikelolanya.

**

Di suatu malam, datanglah tamu seorang expatriat dari Jepang. Didampingi seorang WNI yang membantunya sebagai penerjemah. Si pendamping bernama Alung De Moore, memperkenalkan si orang Jepang.

"Mbak Tini, perkenalkan ini Akkiro Katau utusan sebuah LS M dari Jepang ingin bertemu." Sapa Alung, sambil telapak tangannya menunjuk Akkiro Katau. Akkiro mengiyakan dan membungkuk dengan maksud memberi hormat layaknya budaya Jepang.

Si orang Jepang mulai mengutarakan maksud dan tujuannya menemui Sartini. Alung kembali menerjemahkan untuk Sartini.

"Jadi, kedatangan saya ke mari adalah untuk memastikan tak ada lagi keresahan dan tuntutan berlebihan terhadap masa lalu. Untuk itu, kiranya ibu Sartini bisa menerima apa yang saya bawa ini sebagai ganti dari tuntutan yang tidak bisa kami penuhi." ungkap Akkiro sambil menyodorkan sebuah koper berisi uang rupiah.

Usai Alung menerjemahkan, Sartini bangkit berdiri.

"Apa? Apa yang anda bawa sama sekali tidak ada artinya buat kami. Bahkan anda telah menghina kami. Kami sebagai keturunan jugun lanfu tak akan mungkin menikmati uang di atas penderitaan nenek-nenek kami yang telah diperlakukan oleh tentara Jepang di luar batas kemanusiaan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun