ilustrasi : news.liputan6.com/
dialah pemimpinku,
orang desa, orang biasa
bukan ningrat, bukan pula tentara
tapi siapa sangka ia takhlukkan orang kota, ningrat dan tentara?
maka tak berlebihan bila kusebut ia : manusia perkasa
meski tanpa kekang kuda dan sebilah belati atau keris
di pinggangnya
*
bagaikan pendekar kungfu dari biara saolin
disapunya para pendekar yang pongah kekuasaan sekian lama
dikeluarkannya jurus-jurus mematikan,
di tengah ganasnya serangan balik hingga jurus dewa mabuk
yang mengeryoyoknya dari segala penjuru
bagaikan pendekar silat yang memiliki jurus lengkap
ia bergerak lembut, tapi cepat dan menyengat
mungkin karena ia tak memiliki beban sejarah
hingga tak berat mengalahkan musuh yang memiliki amunisi melimpah
*
dialah pemimpinku
orang desa, orang biasa
di tengah hedonisme dan arogansi kekuasaan di mana-mana
ia tetap bersahaja, apa adanya
maka tak berlebihan tentunya jika kuanggap ia luar biasa
*
banyak yang suka, ada pula yang tak suka
itu sangat biasa
biarlah kosa kata mereka
menjadi rangkaian cerita indah
bersama pujian dan rasa cinta
“plonga-plogo, kurus, boneka, pemimpin lemah, petugas partai, jokodok,...dan sebagainya ”
biarkan itu terpatri dalam kamus seorang manusia yang memang penuh kelemahan
agar tawadhu dan rendah hati tak dilupakan
bersamaan puja-puji setinggi langit atau sewajarnya
*
pemimpinku orang biasa, orang desa
seribu hinaan tak membuatnya tumbang
cukup dijawabnya dengan kerja dan kesabaran tak terhingga
tanpa balas kata tanpa amarah apalagi murka
seperti angin yang tak pernah merasakan sakit
atau kantong bolong yang tak menyimpan dendam
meski pribadi sudah demikian kerasnya dihantam
oleh para pendendam akibat tumbangnya sang jagoan
pun seribu pujian tak membuatnya terbang melayang
hingga lupa berpijak ke bumi dan meninggalkan asal-usulnya
ia tetaplah biasa, tetaplah orang desa
*
pemimpinku orang desa, orang biasa
tapi justru itu hatinya selalu terpaut dengan rakyat biasa
yang selama ini dipinggirkan penguasa hingga kering air mata
tubuhnya memang kurus
tak gagah seperti tentara
atau tambun perlambang kemakmuran hidupnya
karena bisa jadi itu pertanda hatinya tidak rakus,
oleh harta benda dan kekuasaan
lidahnya memang tak fasih membaca kitab suci
tapi tak berarti ia tak fasih mengamalkan pesan-pesannya
yang kadang justru diabaikan oleh yang mengaku fasih dan hafal di luar kepala
*
hai kawan,
cukuplah persaingan usai saat mahkota kekuasaan disematkan
suka tidak suka usah dijadikan hal utama
karena waktu terus berjalan
beri kesempatan pada pemimpinku, pemimpin kita
yang sering kita puji atau caci maki
karena setiap kejadian tak pernah luput dari takdir-Nya
dan tak seharusnya manusia membenci takdir Tuhan
meski pun Dia hanya mengutus orang desa
yang biasa-biasa saja
usah kita benci pribadinya,
kecuali jika nanti terbukti ia menyalahgunakan kekuasaannya
*
mari kawan,
kita hidup di tempat yang sama
pemimpinku adalah pemimpinmu juga
pemimpin kita
meski ia orang biasa, orang desa
kita syukuri nikmat Tuhan
apapun adanya ia
***
#Jakarta, 17 Desember 2015