[caption id="attachment_317517" align="aligncenter" width="544" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption]
Pagi ini saya ke pergi ke Samsat mengurus pengambilan plat nomor sepeda motor. Ini kali ke-3 saya disuruh datang untuk mengambil plat nomor kendaraan namun jawabannya selalu sama, “Kehabisan bahan plat.”
Yang pertama adalah pada saat selesaipembayaran pajak dan perpanjangan STNK, saya diarahkan ke tempat pengambilan plat nomor. Dan jawaban petugas loket pengeluaran plat nomor adalah, “Maaf... plat sudah habis. Nanti sebulan lagi dihubungi atau langsung data ke sini.”
Benar, sebulan berikutnya saya datang. Saya sudah senang, pasti jadilah masak membuat plat saja sampai berbulan-bulan gak jadi? Ternyata, jawaban petugas pada kedatangan kedua tetap sama, “Maaf... platnya sudah habis. Nanti dihubungi ya Pak kalau sudah ada. Ini nomo HP saya,” kata petugas datar. Sungguh, jawabannya membuat saya kecewa.
Tiga bulan kemudian saya di-SMS, "Bpk.Ibu.Sdr,i silakan ke smst membw stnk asli". Asumsi saya plat nomor pasti sudah jadi dan siap diambil. Lagi-lagi harapan itu dipatahkan dengan jawabanpetugas yang substansinya sama, “Maaf, kemarin masih ada Mas. Tapi hari ini habis." Lho, kok enak banget bilang habis? Kali ini saya tidak langsung percaya. Lalu saya bersikeras meminta jawaban sebenarnya dari petugas. "Pak, saya sudah tiga kali datang ke sini, kenapa selalu dijawab kehabisan? Kemarin saya di-SMS diminta datang, bukannya plat nomor sudah jadi dan tinggal ambil?" Tanya saya agak heran dan kesal sambil memperlihatkan SMS di handpone. Petugas diam sejenak sambil mengerutkan dahinya membaca tulisan di HP saya. "Ehmm... ya sudah, mana STNK-nya?" Terus saya sodorkan STNK dan saya disuruh menunggu. Saya tidak mengerti disuruh menunggu untuk apa kalau benar plat nomor habis?
[caption id="" align="aligncenter" width="604" caption="photo. doc.pri"]
Di dalam ada ruangan kerja ada 3 orang petugas. Tidak berapa lama petugas memberikan plat nomor pada saya setelah saya menunggu petugas membungkus plat nomor tersebut dengan kertas koran. Rupanya plat baru selesai dibuat, karena cat putihnya masih basah. Anehnya, di dalam ruangan itu saya melihat ada banyak tumpukan plat kosong disusun rapi. Lhoo... dalam hati saya. Tadi katanya habis, mengapa dibilang habis? Kasihan kan banyak orang yang sudah pulang karena dibilang kehabisan plat? Sayang sekali saya tidak mengambil gambarnya. Lagi pula jujur saya takut untuk membidiknya dengan kameran handphone, khawatir bunyi klik-nya terdengar dan mereka tidak suka apa yang saya lakukan.
Maka saat petugas menyerahkan plat nomor ke saya, tak lupa dia bilang, "Berapa aja deh Mas." Dan saya sudah antisipasi permintaan itu dengan menyiapkan selembar uang setelah saya mendengar dari obrolan dengan seorang Bapak yang pernah mengurus hal yang sama. Sebenarnya mereka minta uang rokok atau uang jasa. Tapi caranya itu lho, sampai harus bilang plat kosong,dan akhirnya banyak orang pulang lagi dengan kekesalan karena rugi waktu, tenaga, bensin, parkir dll. Apalagi banyak yang tinggalnya jauh, ada pula yang sudah pindah ke kota lain seperti Bogor namun KTP-nya belum pindah, sehingga pengurusan STNK pun tetap di tempat lama.
Duh, susahnya jadi warga negara yang baik dan taat pajak di negeri ini. Nanti kalau gak bayar pajak kena razia polisi, tapi giliran sudah dibayar haknya dipersulit. Sungguh teganya para aparat yang menunda pelayanan hingga berbulan-bulan hanya untuk minta bayaran sepuluh dua puluh ribu rupiah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H