Usai sudah pesta demokrasi 2014. Partai-partai kontestan pemilu beserta caleg-calegnya telah berusaha dengan segala cara membujuk masyarakat agar mencoblos gambarnya di bilik suara kini sudah mendapatkan gambaran hasilnya meski lewat proses hitung cepat versi Quick Count. Ada yang kalah, ada yang menang. Ada yang masuk ke gedung wakil rakyat, ada pula yang gagal dan menyisakan tumpukan hutang yang bisa membuat mental nyaris sekarat.
Kemenangan menjadi dambaan karena paradigma kemenangan dalam dunia politik adalah kesuksesan mendulang materi, kejayaan, kekuasaan dan hal-hal besar yang membuat prestise diri demikian tinggi di mata masyarakat. Kekalahan menjadi identik dengan kegagalan dan kebangkrutan karena modal yang sudah digelontorkan untuk menjadi seorang caleg kadang tidak masuk akal. Besarnya melebih kemampuan diri sehingga harus diperoleh dengan cara-cara yang keliru. Bisa dari korupsi, menipu atau meminjam dalam jumlah besar dengan harapan akan cepat balik modal saat ia memperoleh jabatan sebagai wakil rakyat.
Namun, kemenangan seringkali menjadikan jumawa, sombong dan tidak lagi menghargai bahkan melupakan amanat dan aspirasi pemilih. Melupakan janji-janji yang pernah diucapkan saat kampanye. Kemenangan sering melenakan dan membuat ambisi semakin memuncak tak terpuaskan. Padahal, sejatinya kemenangan mereka bukanlah kemenangan sendiri, melainkan kemenangan rakyat. Mereka hanya dititipi amanat dan mereka sejatinya adalah pelayan rakyat. Bukan bos bagi rakyat. Kemewahan dan kemudahan hidupnya dibiayai dengan uang rakyat. Untuk itulah mereka harus bekerja serius seyogyanya. Tapi dari tahun ke tahun, perilaku para wakil rakyat semakin jauh panggang dari api. Kehidupan hedonis semakin menjeratnya sehingga menjadikannya alasan untuk mengambil uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan golongannya.
Lain lagi bagi yang kalah. Banyak yang stress bahkan menjadi gila. Maka wajar sebelum pemilu tiba, sudah disiapkan rumah sakit kejiwaan untuk menampung para caleg yang tak siap menerima kekalahan. Karena kekalahan bagi mereka adalah akhir yang buruk. Kekalahan menjadi sesuatu hal yang patut ditangisi, karena modal besar sudah dipertaruhkan dengan harapan yang membumbung tinggi.
Menang bukanlah kemenangan jika membuat jumawa dan lupa diri. Begitu pun kalah bukanlah kekalahan jika bisa membuatnya ikhlas menerima, karena bisa jadi kekalahan menjadikannya lebih baik, lebih bisa menjadi manusia yang rendah hati dan selalu menyadari akan keterbatasan, lebih merasa membutuhkan adanya Tuhan yang menggenggam segala takdir dan ketentuan dalam kehidupan.
Menang dan kalah akan terlihat di akhir kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H