Nabi saw telah melaknat para pelaku suap baik yang menerima maupun yang memberi suap. "Rasulullah saw telah melaknat penyuap dan penerima suap". (HR.At-Tirmidzi dan Abu Dawud).
Kedua, dalam Islam, pejabat negara juga dilarang menerima hadiah (gratifikasi). Nabi saw pernah menegur seorang amil zakat yang beliau angkat karena terbukti menerima hadiah saat bertugas dari pihak yang dipungut zakatnya. Beliau bersabda : "Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu pekerjaan, kemudian kami beri dia upahnya, maka apa yang dia ambil selain itu adalah kecurangan." (HR. Abu Dawud)
 Dalam hadis lain, beliau bersabda : "Hadiah yang diterima oleh penguasa adalah kecurangan." (HR. Al-Baihaqi)
 Ketiga, termasuk dalam kategori kekayaan gelap pejabat menurut Islam adalah komisi. Karena kedudukannya sebagai pejabat negara. Komisi sebenarnya adalah hal yang halal dalam muamalah. Namun, jika seorang pejabat menggunakan kedudukannya atau kekuasaannya untuk memuluskan suatu transaksi bisnis atau ia mendapatkan fee atau komisi dari suatu proyek, maka itu adalah cara kepemilikan harta yang haram. Sayangnya, dalam dunia bisnis kapitalis, seperti sudah menjadi kemestian jika pengusaha harus memberikan komisi sebagai upeti kepada para pejabat agar mereka mendapatkan proyek atau ketika dana proyek sudah cair.
 Keempat, Islam menetapkan bahwa korupsi adalah salah satu cara kepemilikan harta haram. Korupsi termasuk tindakan kha'in (pengkhianatan). Korupsi dilakukan dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat negara dengan sewenang-wenang, baik dengan memanipulasi ataupun melakukan tekanan kepada pihak lain untuk menyerahkan sejumlah harta yang bukan haknya.  Apakah itu harta milik negara, milik umum atau milik orang lain.
Islam memberikan sejumlah hukuman yang berat kepada pelaku korupsi suap dan penerima komisi haram. Pada masa Rasulullah saw, pelaku kecurangan seperti korupsi, selain harta curangnya disita, pelakunya ditashir (diumumkan kepada khalayak). Pada masa Khulafa Rasyidin, ada kebijakan pasal pembuktian terbalik yang dibuat oleh Khalifah Umar bin Khattab ra untuk mencatat harta kekayaan para pejabatnya saat sebelum dan setelah menjadi pejabat. Jika terdapat kelebihan harta yang tidak wajar, si pejabat harus membuktikan dari mana harta itu didapat. Jika tidak bisa membuktikan, inilah yang disebut korupsi.
 Jika Khalifah Umar merasa ragu dengan kelebihan harta pejabatnya, ia akan membagi dua hartanya dan memasukkan harta itu ke Baitul Mal. Pemberantasan korupsi dalam Islam menjadi lebih mudah dan tegas karena dibangun atas ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan pelaksanaan hukum Islam oleh negara.
Negara menegakkan sistem sanksi Islam yang berefek jera bagi pelaku, termasuk kasus korupsi. Dalam demokrasi, lembaga pemerintahan sangat rentan korupsi karena perilaku korup yang sudah membudaya. Hukum pun bisa diperjualbelikan sesuai besaran suap yang diterima.Â
Sedangkan Islam, ada lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi dengan ketat kekayaan para pejabat, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan. Tidak akan ada jual beli hukum. Seluruh lembaga dan perangkat hukumnya hanya menggunakan hukum Islam sebagai perundang-undangan negara. Ketika hukum yang dipakai adalah aturan Allah, celah untuk mempermainkan hukum pun minim terjadi.
Sistem sanksi Islam ini memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan efek jera. Untuk kasus korupsi, sanksi yang berlaku adalah takzir, yakni sanksi yang khalifah berwenang untuk menetapkannya. Takzir bisa berupa hukuman penjara, pengasingan, diarak dengan disaksikan seluruh rakyat, hingga hukuman mati, tergantung level perbuatan korupsi serta kerugian yang ia timbulkan.
Solusi komprehensif hanya ada pada sistem islam. Tak hanya kuratif dalam memberantas korupsi, namun juga islam punya solusi preventif/pencegah agar tindak korupsi tak terjadi. Semua itu tampak dari tataran individu bertakwa yang menjadi indikator keberhasilan sistem pendidikan islam, masyarakat yang terbiasa amar ma'ruf nahi munkar, sistem politik islam yang mensyaratkan pejabat yang terpilih  adalah yang tak hanya profesional dalam kepemimpinan, tapi juga paling berkomitmen terhadap tegaknya aturan Allah.Â