Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemberantasan Kekerasan terhadap Perempuan, Cukupkah dengan Kampanye 16 HAKTP?

3 Desember 2022   14:11 Diperbarui: 3 Desember 2022   17:31 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : jogjaholic.com

Pemberantasan Kekerasan Terhadap Perempuan,

Cukupkah dengan Kampanye 16 HAKtP ?

Oleh: HeriniRidianah,S.Pd

Setiap bulan November digelar peringatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKtP) dari tanggal 25 November -- 10 Desember.  Kampanye ini disambut oleh Organisasi Perempuan Mahardhika dengan melakukan aksi nasional yang digelar di 4 kota di Indonesia yaitu Jakarta, Banjarmasin, Makassar, dan Samarinda. Sementara di Ibu kota, 16 HAKtPA ini dilaksanakan dalam bentuk Road Show Jakarta Ramah Perempuan dan Peduli Anak dengan tema "Ciptakan Ruang Aman, Kenali UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)." (metrotempo.co)

Adapun Komnas Perempuan mengeluarkan siaran pers yang membahas tentang kekerasan ekstrem terhadap perempuan (femisida). Pembunuhan terhadap perempuan (femisida) adalah bentuk kekerasan berbasis gender paling ekstrem terhadap perempuan yang belum direspon secara  komprehensif oleh negara. Akibatnya, perempuan menjadi korban atas ketidakadilan.

Komnas Perempuan melalui pemantauan media daring rentang Juni 2021-Juni 2022 mencatat terdapat 84 kasus femisida pasangan intim baik yang dilakukan oleh suami maupun mantan suami korban. (komnasperempuan.go.id)

Kampanye 16 HAKtP di Indonesia sudah berlangsung sejak 2001. Namun kekerasan terhadap perempuan terus saja terjadi dalam berbagai bentuk, bahkan ketika UU TPKS sudah disahkan. Maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan ini menunjukkan adanya kegagalan sistematis dari sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan negara ini dalam melindungi perempuan.

Persoalan ini jelas membutuhkan solusi tuntas yang menyentuh akar persoalan.  Apalagi faktanya, regulasi yang ada  tak bergigi. Hal ini wajar terjadi di kehidupan sekuler kapitalistik yang memandang perempuan sebagai objek komunitas. Sistem ini menciptakan relasi yang salah antara laki-laki dan perempuan sebagai cerminan kehidupan yang berlaku di masyarakat saat ini. Sekularisme kapitalisme menjanjkan kebebasan perilaku, termasuk dalam relasi antara laki-laki dan perempuan.

Pandangan bahwa laki-laki lebih kuat dan berkuasa dari perempuan telah memicu munculnya kekerasan terhadap perempuan. Konsep berperilaku bebas ini makin parah dengan adanya konsep HAM dalam pandangan mereka. Selain itu tidak adanya keyakinan akan kehidupan akhirat membuat mereka bebas untuk memenuhi apa yang diinginkannya, tanpa peduli pahala atau maksiat, halal/haram. Perempuan pun terus menjadi korban kekerasan.

Solusi tuntas atas persoalan ini bukan hanya dengan kampanye dan peringatan, namun tetap membiarkan tegaknya sistem kehidupan sekuler-kapitalistik. Solusi tuntas hanya dapat diwujudkan dengan merubah  cara pandang  yang salah terhadap kehidupan.  Cara pandang yang shahih adalah cara pandang berdasarkan Islam,  yang menjadikan akidah islam sebagai asas. Cara pandang ini memastikan bahwa syariat islam sebagai satu-satunya aturan yang diterapkan oleh negara dan dunia adalah tempat beramal yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Cara pandang yang shahih ini juga akan memberikan kekuatan pada regulasi yang dibuat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun