Masyarakat sakit adalah wajah Indonesia hari ini. Â Berbagai fakta menyedihkan di semua aspek kehidupan terus terjadi menambah gunung permasalahan negeri. Diakui atau tidak, potret Indonesia seolah sedang digiring menuju wajah masyarakat barat yang telah sakit parah terlebih dahulu. Berbagai penyakit sosial yang awalnya hanya kita dengar terjadi di negara-negara kapitalis barat, kini banyak terjadi di negeri mayoritas muslim terbesar, Indonesia. Baru saja negeri ini digaduhkan oleh pro kontra suara LGBT yang jelas keharamannya, menyusul kemudian kasus-kasus pelecehan seksual menggemparkan negeri. Astaghfirullah!
Kasus pelecehan seksual perawat terhadap pasiennya di RS.National Surabaya yang terjadi baru-baru ini, menambah daftar panjang kasus serupa. Seolah tak ada tempat yang aman, kasus pelecehan seksual sangat marak terjadi di negeri ini, mulai di tempat kerja, sekolah, di jalanan umum, angkutan umum, hingga rumah sebagai tempat berlindung terakhir.Â
Awal Januari lalu, negeri ini serasa ditampar oleh fakta mengejutkan terungkapnya video kasus pelecehan seksual anak di Bandung, yang ternyata melibatkan para ibu korban dengan jaringan pedofil luar negeri. Jika dikatakan ibu mana yang tega menyakiti anaknya sendiri? Jawabnya, ibu yang sakit jiwa!, dan mirisnya jumlah ibu gila itu makin banyak setiap harinya. Depresi sosial dan ekonomi menjadi salahsatu sebab  seorang ibu yang sejatinya paling menyayangi buah hatinya, justru telah tega merusak anaknya hingga ada yang tega membunuh anak kandungnya sendiri. Naudzubillah!
Saat ini, semua bisa menjadi korban pelecehan seksual. Tak hanya anak perempuan, wanita dewasa, bahkan anak laki-laki dan laki-laki dewasa bisa menjadi korban penyimpangan seksual kaum homo dan pedofil laknatullah!. Berbagai fakta mengerikan yang tak kunjung teratasi tuntas bahkan menjamur tanpa batas, membuat suasana masyarakat diliputi kekhawatiran dan was-was. Keamanan dan ketenangan menjadi barang mahal saat ini. Tidak ada yang pernah membayangkan sebelumnya bahwa pada abad modern ini ada anggota masyarakat yang merasa terancam dengan masyarakatnya sendiri. Namun, itulah yang terjadi, masyarakat yang sakit akan terus menularkan penyakit sosialnya hingga menghancurkan negeri.
Masyarakat sakit? Â
Ibarat tubuh, sebuah masyarakat bisa sakit, bisa juga sehat. Tubuh yang sakit, biasanya disebabkan banyaknya sumber-sumber penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Pikiran dan perasaan negatif (penyakit hati) bisa merusak kekebalan tubuh. Ditambah lagi dengan asupan makanan yang tidak terjaga kehalalan dan kesehatannnya, akan memicu timbulnya berbagai penyakit. Lingkungan yang tidak sehatpun menentukan kualitas kesehatan setiap individu.
Begitupun masyarakat, sehat atau tidaknya masyarakat dilihat dari kualitas interaksi sosialnya. Â Interaksi sosial di dalam masyarakat terjadi karena empat komponen: (1) individu-individunya sebagai anggota masyarakat; (2) kumpulan pemikiran yang diadopsi masyarakat; (3) perasaan kolektif masyarakat; (4) sistem/aturan hidup yang mengatur berbagai interaksi masyarakat. Secara mendasar, ketika individu, masyarakat bahkan suatu negara telah melepaskan dirinya dari keterikatan terhadap aturan Penciptanya (baca; aturan islam), maka dapat dipastikan sakit dan rusaklah seluruh tatanan kehidupan.
Jika individu yang mendominasi masyarakat terdiri dari banyak individu yang tidak takut terhadap Tuhannya (tidak bertakwa), maka sakitlah masyarakat. Ketika pemikiran rusak yang memperturutkan hawa nafsu menguasai masyarakat, berupa HAM dan budaya permissive (serba boleh), maka tumpullah amar ma'ruf nahi munkar dan hilangnya kontrol masyarakat. Masyarakat yang sakitpun bertambah parah, tatkala negara menjadi gerbang terbesar terbukanya berbagai kemaksiatan dengan legal, tanpa sanksi tegas.,
Jika diperhatikan dengan seksama, potret masyarakat sakit tampak jelas pada masyarakat barat yang bercirikan 3 hal: sekular, pragmatis dan hedonis. Mirisnya ciri kehidupan masyarakat barat justru lambat laun menjadi ciri kehidupan masyarakat Indonesia hari ini, yang notabene negeri mayoritas muslim. Semua itu terjadi karena satu kesamaan, yaitu Barat dan dunia hari ini, termasuk Indonesia lebih memilih menerapkan sistem kapitalisme sekuler sebagai landasan bernegara dan bermasyarakat.Â
Sistem kapitalisme sekuler adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, yang mencampakkan aturan Pencipta dalam menata masyarakat. Sistem kapitalisme sekuler yang mengagungkan nilai-nilai liberal berupa 4 kebebasan (kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan bertingkahlaku) telah merusak individu, pemikiran, dan perasaan yang ada pada masyarakat dalam jangka panjang dan semakin parah.
Interaksi sosial masyarakat didominasi oleh kebebasan berperilaku yang sangat individualistik dan materialistik. Standar halal dan haram tak lagi dipedulikan demi asas manfaat dan keuntungan materi yang sesaat. Atas nama kebebasan bertingkahlaku, masyarakat terjebak dalam pemenuhan aspek seksual secara bebas yang menghilangkan akal sehat. Kapitalisme yang menghargai dolar lebih tinggi daripada martabat wanita telah memberikan legalitas atas eksploitasi tubuh perempuan demi iklan, hiburan serta industri kecantikan dan seks. Bahkan, parahnya hari ini, eksploitasi tubuh anak, laki-laki dewasa juga marak seiring meningkatnya kasus LGBT.