Mohon tunggu...
Heri Bertus A Toupa
Heri Bertus A Toupa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bijak dalam Berpikir dan Sopan dalam Perkataan

Gemar travelling dan membaca - Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemewahan sang Jenderal Polisi Harus Dievaluasi

31 Oktober 2022   22:59 Diperbarui: 31 Oktober 2022   23:17 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapolri Indonesia ke 5 Jenderal Hoegeng adalah sosok yang rendah hati dan bersahaja (source of image: kompas.com).

Institusi Polri saat ini mengalami sebuah pasang surut dalam kepemimpinan seorang perwira tinggi alias pati dalam tubuh internal mereka. 

Segitu banyak rentetan kasus yang terjadi, mulai dari pangkat yang terendah sampai pada seorang perwira tinggi yang menyeret mereka kepada sebuah kasus yang menjatuhkan nama baik pribadi maupun institusi, seperti : korupsi, narkotika, suap, pembunuhan, pemerasan dan sebagainya.

Tak tanggung - tanggung, dipenghujung tahun 2022 ini, deretan kasus yang mencoreng nama baik Polri di masyarakat terjadi pada seorang perwira tinggi yang sangat handal dan pandai dalam memecahkan berbagai kasus kriminal akhirnya toh menjadi seorang tersangka dalam sebuah kasus alias "polisi menangkap polisi".

Seorang sang Jenderal menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap anak buahnya alias ajudan pribadinya sendiri dan seorang Jenderal yang memimpin seluruh anggota polisi di tingkat daerah terseret dalam kasus narkoba pula. 

Dari dua contoh kasus tersebut yang menyeret sang perwira tinggi ini di Polri sangatlah mungkin bahwa pangkat dan jabatan bisa menjatuhkan dan menggelapkan mata seseorang untuk mencari jalan pintas agar bisa bertahan dan memegang power mereka sebagai seorang abdi negara yang mempunyai kuasa untuk membunuh, melenyapkan dan mengontrol berbagai tindakan yang melawan hukum.

Tentu saja, menjadi seorang perwira dalam tubuh Polri memang menjadi suatu kebanggaan tersendiri, apalagi memikul sebuah pangkat bintang yang berada di pundak. 

Begitu pangkat bintang sudah diraih, terasa sudah power bisa dipegang dan bebas mengatakan apa saja untuk melaksanakan segala keinginan yang ada. Tampil dalam sebuah acara di masyarakat, ada sebuah penghormatan khusus yang diberikan tersendiri oleh karena melihat pangkat bintang yang berada di pundak sang Jenderal.

Saya sangat merasa bangga apabila mempunyai kerabat, saudara dan teman yang berhasil dan sukses meraih pangkat sang Jenderal entah itu dalam tubuh Polri atau TNI. 

Jangankan perwira, pangkat yang paling bawah alias kopral pun kita merasa bangga melihat mereka ketika mengenakan seragam dinas. Kita sepantasnya merasa bahagia melihat mereka memakai seragam dinas yang begitu penuh dengan simbol dan pangkat di bahu, ada kebanggaan tersendiri.

Akan tetapi, saya merasa malu kalau melihat mereka terlibat dalam kasus yang memalukan apalagi sudah memakai baju tahanan pula. Tentunya, rasa kebanggaan saya sudah luntur sepenuhnya. Mau buat apalagi kalau sudah memakai seragam tahanan, sudah menjadi rakyat biasa yang tak punya power untuk menangkap penjahat dan status sudah berubah pula menjadi penghuni baru sel tahanan.

Dari dua contoh yang dilakukan oleh oknum sang Jenderal ini, masih banyak contoh - contoh yang lain yang telah terjadi sebelumnya dalam tubuh Polri. 

Mungkin lebih banyak lagi dan malahan lebih parah ketimbang mereka. Seolah - olah dari kedua kasus yang menyita perhatian publik sementara waktu ini, bisa memberikan suatu pemahaman tertentu bagi masyarakat dan tingkat kepercayaan mereka menjadi turun drastis akibat ulah oknum yang tak bertanggung jawab.

Bisa dibayangkan, menjadi seorang Jenderal di institusi Polri atau TNI itu sangatlah beruntung. Singkat cerita, ketika masih aktif dalam berdinas, mereka mempunyai power dan control yang besar. Bahkan sampai pensiun pun, mereka masih punya nama yang disegani di dalam institusi, masyarakat. lingkungan dan negara. 

Mereka mempunyai ajudan yang siap setiap saat berdiri di samping mereka, mempersiapkan segala kebutuhan mereka dan mengantar mereka ke segala tempat. 

Itulah seorang sang Jenderal yang hanya mengacungkan jari atau mengucapkan sebuah perintah, sehingga semuanya dapat terlaksana dalam waktu yang singkat. Bahkan sang Jenderal pun bisa saja melakukan suatu kudeta ketika situasi politik dan keamanan dalam negara sedang tidak aman atau kacau untuk mengendalikan situasi dan kondisi menjadi tenang kembali. Contohnya sudah banyak yang terjadi berbagai negara,  dan negara kita salah satu contohnya di masa orde baru dulu.

Nama seorang sang Jenderal tak akan mati dimakan oleh lekangnya sang waktu, tetapi ada masa dan batasnya ketika sudah pensiun dan menjadi rakyat biasa lagi dalam masyarakat. Jadi tergantung bagaimana seorang sang Jenderal bersikap, bekerja dan menjadi seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara pada masyarakat ketika masih aktif.

Secara nyata, banyak para perwira tinggi di berbagai angkatan bersikap pamer alias hedon dan memperkaya diri. Tak bisa disangkal lagi, harta kekayaan yang sangat melimpah dan pundi - pundi pemasukan yang tak jelas yang semakin saja memperkaya mereka, padahal secara logika gaji atau pendapatan mereka per bulannya sudah bisa ditebak berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Mengendarai kendaraan pribadi atau dinas di jalan raya seolah - olah merekalah yang mempunyai jalan raya sendiri, dan rakyat harus memberikan jalan sepenuhnya.

Dengan sikap memamerkan segala kekuasaan dan harta mereka, tentunya ini dapat menjadikan senjata makan tuan sendiri. Banyak rekan - rekan mereka sendiri yang iri atau bertanya - tanya, "kok bisa yah dia yang seangkatan dengan aku di Akpol atau di bawah aku beberapa tahun sudah menjadi Jenderal dan kaya lagi". Aksi hedonisme ini pasti akan terjadi ketika sudah memegang pangkat sang Jenderal dan  bisa dilihat secara kasat mata lagi ketika memimpin sebuah institusi di tingkat daerah dan kabupaten.

Itulah yang membuat seorang Jenderal yang lupa diri ketika harta & kedudukan yang mengontrol mereka. Buta mata dan buta harga yang menuntun mereka menjadi kalap akan kekuasan yang mereka pegang, sehingga ujung - ujungnya menuntun mereka kepada tindakan kriminal alias polisi menghajar polisi, bukan polisi menghajar penjahat kayak di film India.

"Masa jabatan seseorang dalam kedinasaan pasti akan ada masanya, tentunya seorang Jenderal juga punya masanya ketika memasuki masa pensiun alias menjadi purnawirawan". 

Mungkin bagusnya seorang pimpinan dalam institusi Polri harus melayani dirinya sendiri. Sikap ini dapat menghentikan seorang pimpinan untuk bersikap semena - mena, pamer harta dan gagah - gagahan dengan segala fasilitas milik negara atau milik pribadinya. Tidak usah diberikan seorang ajudan yang mengawalnya setiap saat dan segala fasilitas negara harus dibatasi untuk diberikan. 

Baiknya pimpinan institusi baik di pusat atau di daerah  harus menggunakan fasilitas umum, seperti naik kendaraan umum agar bisa berbaur dengan masyarakat secara langsung, sehingga bisa menciptakan rasa kerja sama yang kuat dan memberikan rasa nyaman bagi siapa saja yang bertemu dengan para polisi. 

Mungkin saat ini elektabilitas jajaran institusi Polri turun akibat ulah seorang oknum perwira tinggi yang mencoreng nama baik mereka, tapi masih banyak polisi - polisi "Hoegeng" di luar sana yang bersifat baik, adil dan rendah hati yang siap selalu mengayomi dan melindungi masyarakat.

Satu yang tak baik, tapi masih ada beribu - ribu yang menjadi dewa penolong bagi masyarakat. Ketika warga ada masalah, pasti akan mencari Polisi di Polsek dan Polres untuk meminta pertolongan, bukan kepada Polisi Tidur di jalan raya. 

Polisi yang salah harus menjalani proses hukum, dan mari mencintai dan jangan memusuhi Polisi Indonesia kita!!!

NL, 31 Oktober 2022





Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun