Kegiatan MGMP Kec. Lebatukan
Â
Mengawali semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016, TIM MK3S Kec. Lebatukan, Kab. Lembata, Prov. Nusa Tenggara Timur mengadakan kegiatan MGMP. Tepatnya Rabu 29 Juli 2015, sesuai dengan agenda yang telah direncanakan maka semua SMP sekecamatan Lebatukan (SMPN Tujuh Maret Hadakewa, SMPN 2 Lebatukan, SMPN Satu Atap Ilewutung, SMPN Satap Lewodoli, SMPN 5 Lebatukan, dan SMPS Sinar Swasembada Hadakewa) bertemu dan berdiskusi serta mengevaluasi kegiatan semester yang sudah berlalu. Dimana kegiatan ini, terjadi di SMPS Sinar Swasembada Hadakewa.
Tujuanya jelas yakni, disamping untuk merefresh pengetahuan dan semangat para guru mengawali tahun pelajaran baru. Tetapi lebih dari itu, kegiatan ini mau memberi ruang bagi guru untuk berdiskusi dan menemukan solusi dalam mengatasi masalah pembelajaran yang dialami oleh masing-masing guru mata pelajaran. MGMP Kec. Lebatukan sejak didirikan tahun 2010 lalu hingga kini beranggotakan 5 sekolah, dengan jumlah guru kurang lebih 40 orang, dan menjadi MGMP terbaik walaupun hanya untuk ukuran Kabupaten Lembata.
Polemik MGMP Tahun Ini
Kegiatan MGMP ini biasanya dibuka langsung oleh TIM MK3S yang terdiri dari 5 kepala sekolah peserta. Tetapi tahun ini, ada sedikit nuansa yang berbeda karena salah satu dari kelima kepala sekolah tersebut tidak hadir bersama semua guru bantunya tanpa alasan yang jelas. Hal ini, kemudian memunculkan sederet pertanyaan dikalangan peserta MGMP lainnya; Ada apa dengan sekolah itu? Mengapa mereka tidak hadir? Apakah kegiatan MGMP ini tidak ada nilainya buat mereka?
Pertanyaan-pertanyaan ini, akhirnya bermuara pada satu jawaban yang menunjukkan bahwa mereka sudah melaksanakan kegiatan MGMP tingkat sekolah sendiri (pada waktu yang bersamaan). Seperti disuguhkan sebuah drama komedi, bagaimana mungkin seorang guru dapat melakukan musyawarah dengan dirinya sendiri? Atau mungkinkah ini penerapan dalam ilmu psikologi? (baru tahu saya). Setahu saya MGMP dapat dilakukan ditingkat sekolah, jika jumlah guru setiap mata pelajaran minimal lebih dari satu.
Budaya Yang Tidak Perlu Dipertahankan
Bukankah budaya yang selalu lari dari masalah, kemudian menciptakan sebuah kekuatan tandingan tidak dibenarkan dalam dunia pendidikan? MGMP itu bukan persaingan politik, sehingga masing-masing bersaing untuk berkuasa seperti munas Ancol (Agung), dan munas Bali (Bakri). MGMP juga bukan ajang show kehebatan, sehingga berakhir seperti kisruh ISL, dan PSSI yang pada akhirnya menghancurkan dunia sepak bola kita.
MGMP itu adalah sebuah wadah dimana kita bisa saling berbagi ilmu untuk mencerdaskan anak didik. Kita patutnya menghargai dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada teman-teman guru yang telah berhasil menghantarkan anak didiknya mencapai sebuah prestasi yang cukup membanggakan. Namun sangat disayangkan jika hal itu hanya dapat dikonsumsi sendiri, sebab tak akan pernah berguna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H