Ditengah gempa berkecamuk menimpa saudara-saudara kita di NTB, gentingnya urusan politik pun terus berjalan. Bisa dikatakan bahwa bagi para elit saat ini tidak ada yang lebih penting selain menantikan desas desus Cawapres antara kubu petahana, oposisi, bahkan bisa jadi capres kubu alternatif. Â
Menjelang hari terakhir pendaftaran Pilpres yaitu  tanggal 10 Agustus 2018, desas desus Cawapres akhirnya setengahnya telah terjawab. Rampungnya setengah desas desus tersebut terjawab ketika Jokowi telah menetapkan KH Maaruf Amin sebagai pendamping normatifnya pada Pilpres mendatang, setengahnya lagi masih menunggu kejutan dari pihak oposisi, dan kubu alternatif jika memmungkinkan
"Olengnya semangat sahabat"
Sebelum penentuan KH Maaruf Amin sebagai cawapres kubu Jokowi, Jokowi pernah membeberkan nama berinisial M yang katanya bukan dari kalangan parpol, bukan juga dari angel nasionalis. Sehentak otak ini merujuk pada sosok nama Mahfud MD, dan akhirnya imajinasi tersebut semakin menguat menjelang "last minute" pendeklarasian cawapres kubu Jokowi.Â
Pada saat yang sama di pihak oposisi, nama Sandiaga Uno yg tidak pernah diperkirakan sebelumnya menguat dan menyalip tokoh-tokoh lain yang selalu santer disebut. Sahabatku Mengatakan "kalau begitu adanya, bisa dipastikan Jokowi akan duduk manis 2 periode tanpa halang rintangan, saya 100% mendukung meskipun sebelumnya saya tidak pernah mendukung, eksistensi Jokowi-Mahfud sangat tidak sebanding dengan Prabowo-Sandi". Begitulah kira-kira pernyataan lugas sahabatku itu.
Saya pun mengindahkan analisis sahabatku itu, sebab penguatan Mahfud MD adalah penguatan rasionalitas ditengah defisitnya masalah hukum, sosial dan ketatanegaraan kita. Saya pun mulai respon terhadap eksistensi Jokowi ketika memilih Mahfud MD dengan beragam alasan.Â
Selain Jokowi dan Mahfud sama-sama lahir dari rahim KAGAMA (alumni UGM) dan marwah perjuangannya pun sama-sama dimulai dari tanah Keraton Yogyakarta, sosok prestisius yang dianggap oleh mahasiswa itu pun juga merupakan aktivis HMI dan mantan Presidium KAHMI yang sangat mumpuni di segala aspek. Ketokohannya pun menjadi "great bargaining" di tengah dinamika masyarakat prularis, dan bahkan kalimat-kalimat yang keluar dari mulut sang profesor sering menjadi dalil dalam hukum positif kita.Â
Sebagian kecil faktor tersebut merupakan akumulasi untuk sahabatku itu mendukung 100% eksistensi Jokowi-Mahfud ditengah pusaran isu Prabowo-Sandi yang sama-sama eksklusif, terkecuali jika Prabowo akan berpasangan dengan Ustad Abdul Somad (UAS), maka narasinya pun berbeda.Â
Ternyata Euforia tersebut harus oleng sekejap setelah mengetahui Jokowi berpasangan dengan Maaruf Amin. Sekejap semangat itu pudar, sahabatku pun mengatakan "Aku oleng, pasangan ini tidak ku nantikan karena pasangan ini tidak menarik sama sekali".
"Jokowi, Maaruf, dan Veto Player"
Para politisi pernah dan bahkan begitu sempoyongan menyebutkan bahwa masalah cawapres yang akan mendampingi Jokowi tergantung siapa yang akan dipilih Jokowi, semuanya terserah Jokowi. Mungkin bagi orang awam, pernyataan ini adalah pernyataan yang sangat luar biasa, namun bagi yang memahami politik, pernyataan tersebut adalah pernyataan memuakkan.Â