Kemalikussalehan bukan hanya sebuah konsep, tetapi warisan budaya dan spiritual yang tumbuh dari sejarah panjang masyarakat lokal. Di berbagai daerah, kemalikussalehan tercermin dalam tradisi yang menggabungkan nilai-nilai agama, budaya, dan kehidupan sosial. Ia menjadi bukti bagaimana masyarakat membangun harmoni antara ajaran agama dan praktik hidup sehari-hari.
Sejarah kemalikussalehan sering kali dimulai dari peran tokoh agama dan ulama dalam menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat lokal. Tradisi seperti pengajian rutin, kenduri, dan gotong royong menjadi sarana untuk menguatkan hubungan spiritual sekaligus sosial. Tidak hanya berfokus pada ibadah personal, kemalikussalehan juga mencakup nilai-nilai yang memajukan komunitas secara keseluruhan.
Dalam implementasinya, kemalikussalehan dapat dirangkum dalam lima pilar utama yang terus relevan hingga kini:
 1.Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Tradisi keagamaan lokal, seperti shalat berjamaah, zikir bersama, dan peringatan hari besar agama, adalah bentuk nyata dari pilar ini. Masjid dan mushola menjadi pusat aktivitas spiritual yang menyatukan masyarakat.
 2.Kepedulian Sosial
Gotong royong dalam membangun fasilitas umum, membantu tetangga yang membutuhkan, hingga partisipasi dalam kegiatan sosial menunjukkan bagaimana nilai kepedulian sosial dijalankan.
 3.Pendidikan Moral dan Agama
Keberadaan pengajian anak, Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), dan lembaga pendidikan berbasis agama menjadi sarana penting untuk melestarikan kemalikussalehan di generasi muda.
 4.Pelestarian Tradisi Lokal
Tradisi seperti sedekah bumi, perayaan Maulid Nabi, dan kenduri memiliki nilai spiritual yang diintegrasikan dengan budaya lokal, sehingga menjaga identitas masyarakat tanpa meninggalkan ajaran agama.