Mohon tunggu...
Heri Hermawan
Heri Hermawan Mohon Tunggu... Penulis - Reseacher Publik | Pegiat Literasi Tangerang | The Young Entrepenuer

Hobby : Ngopi sambil Baca-baca buku, kadang suka motoran, kadang blusukan ke kebon naik Gunung, biasa iseng² jadi kang photo dan Tour Guide. Minat Bacaan : Filsafat, Fiksi, Self improvment, Baca Quote Para Filsuf dan Sufi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tunduklah Pada Bukti & Realitas (Presfektif Filsafat, Perjalanan Nabi Musa & Nabi Khidir )

22 Januari 2025   10:22 Diperbarui: 22 Januari 2025   10:22 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Sumber : canva/Heri Hermawan"

Perjalanan Nabi Musa bersama Nabi Khidir, yang tercatat dalam surah Al-Kahfi, mengandung banyak pelajaran yang relevan dengan pemahaman tentang bukti dan realitas dalam konteks filsafat dan kehidupan manusia. Kisah ini bukan hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batin yang mengajarkan kita tentang cara menyikapi kenyataan dan bukti yang ada di sekitar kita. Dalam pandangan saya, cerita ini menawarkan wawasan yang sangat dalam mengenai hubungan antara keyakinan, pengetahuan, dan kenyataan yang tak selalu tampak seperti yang kita inginkan.

Musa, sebagai seorang nabi yang diutus oleh Allah, dikenal dengan kebijaksanaan dan pengabdiannya. Namun, pertemuannya dengan Khidir, yang pada dasarnya adalah seorang yang diberi ilmu khusus oleh Allah, menunjukkan bahwa ada dimensi pengetahuan yang lebih dalam, yang sering kali tidak dapat dipahami oleh akal manusia biasa. Khidir, dengan kebijaksanaannya, melakukan tindakan-tindakan yang tampaknya tidak bisa diterima oleh logika umum---seperti merusak perahu, membunuh seorang anak, dan membangun dinding yang hampir roboh. Semua tindakan ini tampak sebagai tindakan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun rasional, jika hanya dilihat dari permukaan.

Namun, Khidir tidak serta-merta menjelaskan alasan di balik tindakannya. Ia membiarkan Musa untuk mencari pemahaman sendiri, meskipun pada akhirnya, Musa harus mengakui bahwa realitas jauh lebih kompleks daripada yang dapat dipahami oleh akal sehat semata. Ini adalah ajaran pertama yang harus kita terima: bahwa sering kali bukti dan kenyataan yang kita lihat di hadapan kita tidaklah cukup untuk menjelaskan keseluruhan kebenaran. Ada dimensi yang lebih besar, yang hanya bisa dipahami melalui penyerahan dan pemahaman yang mendalam terhadap kehendak Tuhan.

Di sinilah filsafat bertemu dengan realitas. Filsafat, sebagai pencarian akan kebenaran, sering kali bergulat dengan kontradiksi antara apa yang tampak dan apa yang sesungguhnya. Tindakan Khidir terhadap perahu, anak, dan dinding, meski tampak paradoks, pada akhirnya memiliki tujuan yang lebih besar dan lebih baik, yang hanya bisa dilihat dari perspektif yang lebih tinggi. Ini mengingatkan kita bahwa banyak dari kenyataan yang kita temui dalam hidup kita tidak bisa dijelaskan sepenuhnya dengan bukti langsung atau dengan rasionalitas sempit kita. Apa yang tampak buruk, atau bahkan bertentangan dengan moralitas kita, bisa saja memiliki tujuan yang lebih baik yang hanya bisa dipahami lewat waktu dan kebijaksanaan.

Tunduk pada bukti dan realitas bukan berarti kita menerima segala sesuatu begitu saja tanpa pertanyaan. Sebaliknya, kisah ini mengajarkan kita untuk terbuka terhadap kenyataan yang lebih besar, yang kadang tersembunyi di balik apa yang tampak di permukaan. Seperti Musa yang pada awalnya sulit menerima tindakan Khidir, kita pun sering kali menanggapi kenyataan hidup dengan resistensi, terutama ketika kenyataan tersebut bertentangan dengan harapan atau pandangan kita tentang kebenaran. Namun, sebagaimana yang diajarkan oleh Khidir kepada Musa, kita harus belajar untuk percaya bahwa ada hikmah yang lebih dalam di balik setiap peristiwa, bahkan jika kita tidak dapat segera memahaminya.

Sebagai penutup, perjalanan Musa dan Khidir adalah refleksi tentang bagaimana kita menghadapi kenyataan hidup dengan keterbukaan terhadap bukti yang lebih luas dan pemahaman yang lebih dalam. Dalam dunia yang sering kali dibayang-bayangi oleh pemahaman dangkal dan terbatas, kisah ini mengingatkan kita untuk lebih sabar, lebih terbuka, dan lebih rendah hati dalam menerima kenyataan, serta belajar untuk memahami bahwa kebenaran terkadang jauh melampaui apa yang tampak di mata.

Referensi Ayat Al : Quran  : Surat Al-Kahfi Ayat 60 - 82. ( Dalam surat ini kisah tersebut di abadikan dalam kitab Suci Al-Quran )

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun