Dogma adalah keyakinan yang diterima tanpa pertanyaan, seringkali dianggap mutlak dan tak tergoyahkan. Dalam filsafat, dogma dipandang sebagai musuh dari pemikiran kritis, karena ia menutup pintu bagi logika dan pencarian kebenaran yang terbuka. Ketika seseorang terperangkap dalam dogma, ia cenderung menolak mempertanyakan atau merenungkan kembali keyakinan yang dipegangnya, bahkan jika dihadapkan pada bukti yang menunjukkan sebaliknya. Dalam hal ini, dogma membutakan logika.
Logika, di sisi lain, adalah alat rasional yang digunakan untuk menyusun dan mengevaluasi argumen. Ia memberikan struktur dan metode yang memungkinkan kita membedakan antara apa yang benar dan salah, apa yang masuk akal dan yang tidak. Ketika dogma menguasai pikiran, logika kehilangan tempatnya. Pikiran terhenti pada titik di mana pertanyaan kritis harusnya dimulai. Dogma memotong proses berpikir dengan memberikan jawaban yang dianggap final dan tak perlu diuji ulang.
Plato, dalam alegori guanya, menggambarkan manusia yang hidup dalam bayang-bayang ilusi, menerima kenyataan yang mereka lihat tanpa menyadari bahwa ada kebenaran yang lebih besar di luar gua. Dogma berfungsi seperti dinding gua tersebut, membatasi persepsi dan pemahaman manusia tentang kenyataan. Ketika seseorang berpegang teguh pada dogma, ia tidak lagi melihat dunia dengan mata terbuka, melainkan dengan pandangan yang dikaburkan oleh keyakinan yang tak dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Friedrich Nietzsche mengkritik dogma dalam berbagai bentuknya, baik dalam agama, moral, maupun filsafat. Menurutnya, dogma membekukan kehidupan dan kebebasan berpikir. Nietzsche melihat bahwa dogma menolak perubahan dan dinamika, sementara kehidupan pada dasarnya penuh dengan ketidakpastian dan perubahan yang tak terduga. Dalam pandangan ini, logika yang sehat adalah yang selalu siap menantang asumsi-asumsi yang ada, bukan menerima mereka begitu saja.
Namun, dogma bukan hanya ada dalam ranah agama atau kepercayaan spiritual. Dalam kehidupan sehari-hari, dogma dapat muncul dalam bentuk ideologi politik, sosial, atau budaya yang diterima tanpa pertanyaan. Dalam setiap bentuknya, dogma membutakan logika dengan menolak perbedaan pendapat dan mempersempit cakrawala pemikiran. Ketika masyarakat atau individu terjebak dalam dogma, ruang untuk dialog, perubahan, dan inovasi menjadi semakin terbatas.
Pada akhirnya, kebebasan berpikir yang didukung oleh logika adalah fondasi dari kemajuan intelektual dan moral manusia. Dogma mungkin menawarkan kenyamanan dalam bentuk kepastian, tetapi kepastian tersebut sering kali palsu dan berbahaya. Logika, meskipun mungkin membawa ketidakpastian dan pertanyaan yang sulit, adalah jalan menuju kebenaran yang lebih mendalam dan pembebasan dari belenggu keyakinan buta. Hanya dengan membebaskan diri dari dogma, manusia dapat melihat dunia sebagaimana adanya, bukan sebagaimana ia diperintahkan untuk melihatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H