Siapapun penulis terkenal di Indonesia, saya sangat mengapresiasi. Beliau-beliau tentulah menjadi inspirasi, penyemangat. Mengikuti jejak kepenulisannya, apapun latar belakangnya, menjadi salah satu cara bagi penulis-penulis generasi berikut beliau. Akan menjadi sebuah "kehampaan", bila penulis penulis yunior ataupun siapapun yang punya ketertarikan dalam dunia tulis menulis, tanpa mengenal beliau.
Beliau yang saya maksud, salah satunya adalah Pramoedya Ananta Toer. Dikenal sebagai penulis, juga novelis handal. Bahkan dalam kiprah berkebangsaan, beliau juga tercatat sebagai salah satu aktivis politik. Inilah yang membuat, beberapa karyanya, sangat kental dengan aroma perpolitikan di era-nya.
Bahkan sejarah negeri ini juga mencatat bagaimana Pram, pernah juga dipenjara, buah dari pemikiran kritisnya dan menjadi resiko sebagai aktivis politik tadi.
Salah satu buku Pram, yang sangat beririsan dengan profesi saya sebagai penegak hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi di negeri ini adalah buku terbitan tahun 1954, dengan judul Korupsi.
Dalam konteks kekinian, saya tidak bisa membayangkan bagaimana Pram sudah menyoroti isu korupsi di awal dekade kemerdekaan negeri ini. Isu korupsi dikaitkan dengan bagaimana perilaku pejabat maupun masyarakat saat itu, tentu berbeda dengan dinamika sekarang.
Namun, berbicara korupsi tentu tidak terlepas dari masalah nilai-nilai intergitas. Sangat universal nilai integritas ini, sehingga Pram menuturkan tokoh dalam buku tersebut. Tokoh bernama Tasmin yang digambarkan sebagai seorang abdi negara, yang hidup dalam keterobang-ambingan oleh "budaya korup" yang membayang dalam langkah-langkah kehidupannya.
Sang tokoh dihadapkan pada konflik antara menjunjung nilai-nilai kejujuran dan adanya pengaruh yang bisa menggerogoti nilai integritasnya. Komflik universal dalam menghadapi korupsi.
Ini sepertinya menjadi pembahasan sepanjang masa terkait korupsi.
Sekali lagi, pada konteks kekinian, apa yang menjadi pemikiran Pram, beberapa dekade yang lalu, masih relevan bagi perjalanan bangsa Indonesia detik ini. Belum lekang, belum lapuk, belum juga tertinggal pemikiran dan bentuk keresahan seorang Pram.
Ya, realitasnya masih saja korupsi menggeroti sel-sel persendian perekonomian negeri ini. Bisa jadi sudah capek, terlalu menguras energi. Namun, demi keberlangsungan negeri ini ini, demi anak cucu negeri menikmati kesejahteraan bagi segenap bangsa dan negara, korupsi tetap menjadi musuh bersama.