Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Independent, Bukan Black Campaign (OTT KPK di Bengkulu)

25 November 2024   09:23 Diperbarui: 25 November 2024   13:14 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rohidin Mersyah diduga mengancam untuk mencopot bawahan jika tidak memberikan dukungan untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. "Pada Juli 2024, Rohidin Mersyah menyampaikan membutuhkan dukungan berupa dana dan penanggung jawab wilayah dalam rangka pemilihan Gubernur Bengkulu pada Pilkada Serentak bulan November 2024," 

Pada sekitar bulan September-Oktober 2024, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri (IF) mengumpulkan seluruh ketua OPD dan Kepala Biro di lingkup Pemda Provinsi Bengkulu dengan arahan untuk mendukung program Rohidin Mersyah yang mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur Bengkulu. Kemudian, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu Syafriandi (SF) menyerahkan uang sejumlah Rp 200 juta kepada Rohidin melalui Ajudan Gubernur, Evriansyah (E) dengan maksud agar tidak dicopot sebagai Kepala Dinas, dikutip dari Kompas.com

Demikian diberitakan beberapa media, terkait dengan kegiatan penindakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK di Bengkulu. Media menyebutnya sebagai Operasi Tangkap Tangan (OTT). OTT oleh KPK ini momennya jelang hari H-pencoblosan Pilkada. Benang merahnya jelas, sebagaimana dijelaskan oleh petinggi KPK, tidak lain dan tidak bukan Sang Pentahana yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka, dengan modus menebar pengaruh pada jajarannya untuk mendukung dan memberikan dana bagi kemenangan dirinya.

OTT kali ini seolah meneguhkan dua hal :

Pertama, dalam konteks kebutuhan kegiatan penindakan oleh KPK berupa penangkapan seseorang yang memenuhi unsur tertangkap tangan, masih sangat dibutuhkan oleh KPK, sebagai salah satu strategi yang melekat dalam proses penegakan hukum dalam konteks ini korupsi. Ketika seseorang, melakukan tindak pidana dan ini bisa dimonitor gerak-geriknya, maka pola "tertangkap tangan" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 angka (19) KUHAP menjadi sebuah keharusan. Tidak perlu menunggu waktu, misalnya bahwa ada momen pilkada, sehingga dianggap bisa merusak demokrasi, black campaign atau KPK lagi-lagi dianggap melaksanakan pesanan pihak tertentu.

Lucu kan bila "tertangkap tangan" tapi justru dihembuskan dua isu tadi? Seolah momen yang tidak tepat karena mendekati hari tenang dan pencoblosan, serta dikaitkan pula dengan ada motif apa KPK melakukan hal tersebut?

Bagi KPK, tidak ada urusan ini momentum politik atau adanya asumsi untuk kepentingan parpol tertentu. Justru tangkap tangan kali ini, meneguhkan bahwa KPK independent, tidak bisa dipengaruhi oleh pihak manapun. Ketika seseorang kedapatan diduga melakukan tindak pidana korupsi, di tangkap, tidak perlu menunggu momen ini atau momen itu. Tidak ada kepentingan untuk "membunuh" karakter seseorang.

Berbicara penangkapan, kemudian penetapan tersangka hanya berpijak pada pemenuhan minimal adanya dua alat bukt yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP.

Kedua, bisa jadi ada pemahaman yang keliru, bahwa ketika momentum pilkada, aparat penegak hukum tidak akan menyentuh dugaan korupsi seseorang, terlebih yang mencalonkan diri dalam pilkada, atau menunda proses hukum sampai pilkada selesai. Itu tidak berlaku bagi KPK. Sebagaimana point pertama tadi, KPK adalah Lembaga independent. Langkah kerjanya, lebih kepada pemenuhan alat bukti, tidak terpengaruh pada momentum tertentu.

Tidak bisa dibayangkan apabila aparat penegak hukum termasuk KPK menegaskan akan menunda kasus-kasus korupsi hingga pilkada selesai. "Jeda" waktu seperti ini, justru dijadikan momentum oleh koruptor. Namun, KPK tidak terjebak dalam suasana demokrasi manapun, karena prinsipnya KPK berada pada jalur hukum, bukan jalur lainnya. KPK murni penindakan hukum, bukan menautkan dengan permasalahan lainnya, sehingga "show must go on", begitu kira-kira semangat yang terus ditunjukan oleh KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun