Saya membuka TikTok tadi, ada tulisan humor yang membuat hati saya terhibur. Bahkan sempat saya tulis dalam status saya. Ini rangkaian kata-kata humor tersebut:
Kaki Kiri Injak Gas, Kaki Kanan Injak Kopling, Suami Kerja Keras, Biar Istri Bisa Shopping.Â
Kemudian saya beri emoji tertawa. Saya posting tidak lebih dari 20 menit, ternyata ada 20 view dari sahabat, rekan, kolega dan tentunya keluarga saya.
Saya tertarik dengan kata-kata humor tersebut, di samping menggelitik, juga saya gunakan cocoklogi dengan situasi saat ini, khususnya komentar-komentar netizen yang bersliweran di media sosial terkait dengan pemberitaan korupsi akhir-akhir ini, di mana ditangkap makelar kasus yang sejak tahun 2012 berkeliaran di Lembaga Peradilan dan menyimpan uangnya hampir 1 triliun berikut lantakan emas hampir 50 kilogram.
Disusul kemudian dengan penahanan mantan Menteri Perdagangan tahun 2015-2016, yang saya sebut saja TL. Dugaan korupsi yang dilakukan diduga mengakibatkan kerugian negara hampir 400 Milyar sebagai imbas kebijakan impor gula pada era ia menjabat.
Komentar netizen atas kejadian tersebut adalah : mengapa perkara lama baru diungkap sekarang? Ada apa? Jangan-jangan kasus simpanan yang oleh rezim baru dimunculkan untuk kepentingan tertentu?
Tentu saya tidak dalam ranah menjawab dalam pandangan cocoklogi tersebut. Sebab domain saya lebih pada pembuktian. Bahwa penyidik selama perkara belum daluarsa, maka perkara tersebut masih bisa dilakukan penyidikan. Bukan masalah sebentar atau lamanya proses penyidikan tersebut, karena yang dihadapi penyidik adalah bagaimana alat bukti bisa dikumpulkan.
Sepanjang pembuktian ini belum diperoleh, baik secara formil maupun materiil, maka tidak bisa diukur kapan perkara bisa diajukan di depan persidangan.Â
"Deviasi" atau selisih waktu atau tempus sebuah perkara dengan pengungkapan perkara, menjadi celah penafsiran-penafsiran publik, itu sebagai sebuah kewajaran.Â
Namun dalam proses pembuktian, khususnya tindak pidana korupsi tidak terpengaruh atas asumsi, persepsi maupun anggapan-anggapan di luar konteks pembuktian tadi.