Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mengurangi porsi operasi tangkap tangan (OTT). Kinerja komisi antirasuah kini mulai terfokus ungkap skandal dengan nilai kerugian negara besar.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardika mengatakan, dahulu OTT menjadi andalan pihaknya karena proses hukum melalui metode tersebut, bisa dirampungkan dalam waktu singkat.
"Kalau dahulu branding KPK adalah tangkap tangan. Kenapa? Karena pada saat KPK berdiri itu hanya tangkap tangan yang mudah karena tangkap tangan itu cenderung mudah, ada informasi, ada pemberi, ada penerima, ada barang bukti, langsung ditangkap, selesai," ujar dia, kepada wartawan, Sabtu (26/10/2024), dikutip dari inilah.com.
Pernyataan juru bicara KPK tersebut bila dikaitkan dengan keberadaan KPK tentu tegak lurus dan seperti itulah harapannya. KPK tidak berkutat pada korupsi-korupsi dengan kerugian yang kecil, meskipun dalam UU KPK, sudah diatur alasan penanganan korupsi yang bisa ditangani KPK bila dilihat dari nilai kerugian, yaitu di atas satu milyar. Â
Publik masih ingat, beberapa perkara korupsi besar yang ditangani KPK, diantaranya Kasus "Century" , tahun 2008, dengan kerugian Rp 6,7 triliun. Berikutnya Kasus "e-KTP", Kasus pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) merupakan salah satu kasus terbesar dan paling kontroversial yang ditangani oleh KPK, dengan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun.
Kasus "Pertamina", Â Kasus korupsi lainnya adalah Kasus "Gedung DPR". Kasus besar lainnya yang pernah ditangani KPK lainnya adalah Kasus "BLBI", Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Tekad untuk "case building" atau penanganan kasus yang bukan dari OTT dengan menyasar pada kerugian negara yang besar, setidaknya mempunyai dampak sebagai berikut :
Pertama, secara kelembagaan trust atau kepercayaan masyarakat akan pulih dan memang logika publik menganggap bahwa KPK dalam domain untuk menangani perkara-perkara yang besar, bukan perkara recehan.
Perangkat regulasi yang diberikan Undang-Undang, dengan memudahkan dalam pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan sekaligus penuntutan dalam satu atap menjadi kekuatan utama dan menjadi senjata ampuh dalam menangkap koruptor kakap.Â
Kedua, dukungan team supporting dan jaringan untuk koordinasi dalam membuka data-data berkaitan dengan akses perbankan, transaksi keuangan hingga data-data yang sifatnya "tertutup" bisa ditembus oleh KPK, sehingga memudahkan akselerasi pengumpulan alat bukti yang menguatkan dalam pembuktian sebelum upaya hukum dilakukan.