Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Keringat dan Berdarah dalam Pembuktian vs Exeptio Format Regulam

11 Juli 2024   09:29 Diperbarui: 11 Juli 2024   09:39 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, pada Pasal 2 ayat (3) menyebutkan  putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan  tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah, berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.

Mengacu pada peraturan ini, maka tersangka yang mengajukan gugatan praperadilan tentang sah tidaknya penetapan dirinya sebagai tersangka dan dikabulkan oleh hakim, maka konsekuensinya bila penyidik menerbitkan surat perintah penyidikan baru harus dengan alat bukti baru yang sah. Jadi bukan dengan alat bukti yang digunakan dalam rangkaian pembuktian yang mendasari surat perintah penyidikan sebelumnya.

Maka tidak heran, apabila setelah dinyatakan tidak sah penyidikan sebuah perkara pidana dan tersangka dibebaskan, penyidik seperti "masuk angin" untuk melanjutkan perkara atau menerbitkan surat perintah penyidikan yang baru. Klausal "dengan alat bukti  baru yang sah" membawa konsekuensi sebagai berikut :

Pertama, alat bukti yang baru bukan persoalan yang mudah untuk dipenuhi, dengan logika "kalah-nya" praperadilan bagi penyidik, menunjukan indikasi ada masalah dengan pembuktian. Bisa jadi dikarenakan memang minimnya alat bukti atau alat bukti yang disertakan, dinilai hakim tidak signifikan dengan perbuatan atau sangkaan pasal pada tersangka. Pasal 184 KUHAP, menyebutkan alat bukti yang sah yaitu  keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Kedua, menguatkan point yang pertama, 2 (dua) alat bukti yang diajukan dalam penafsiran penyidik sudah cukup untuk menjadikan status seseorang tersangka, namun beda penafsiran hakim, misalnya 2 (dua) alat bukti tadi belum menguatkan untuk dijadikan alasan penetapan sebagai tersangka.

Dalam kondisi beda penafsiran ini, berlaku pada sebuah asas dalam hukum pidana yaitu exeptio format regulam-penyimpangan terhadap aturan umum dilakukan, maka penyimpangan harus diartikan secara sempit-implementasi hukumnya adalah jika ada perkara yang menimbulkan multitafsir, maka penafsiran tersebut harus yang menguntungkan pihak terlapor, tersangka atau terdakwa.

Tanpa harus menyebut sidang pra peradilan dalam perkara mana (tentu publik mafhum), pihak penyidik masih berpegang dalam paradigma formil dalam materi pembuktian di persidangan, sehingga hal yang bersifat substantial, seperti tidak siap diajukan. Tentu yang terbaca kemudian, pembuktian versi penyidik menjadi lemah dan tidak signifikan terkait dengan Tindakan hukum berupa penetapan tersangka.

Ketiga, hukum berkembang dengan dinamis, logika hukum tidak bisa dikesampingkan, sehingga diperlukan pemahaman yang komprehensif dan holistic terkait sebuah peristiwa pidana, sehingga diperlukan bukan hanya masalah formil, namun juga harus include dengan pembuktian materiil. Dalam ranah praperadilan substansi materiil ini bisa ditunjukan dengan catatan-catatan tindakan administrasi yang dilakukan, tidak harus pada detail dari substansi perbuatan pidananya.

Demikian halnya dalam konteks penyidikan tindak pidana korupsi, langkah hukum praperadilan menjadi sebuah koreksi atas sikap kehati-hatian dan profesionalisme penyidik, bahwa pemenuhan minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana ditentukan dalam undang-undang, ditempuh melalui sebuah gelar perkara yang akan menjadikan keputusan bersama dengan nilai profesionalisme dan transparansi yang terjaga.

Diibaratkan, lebih baik penuh keringat dan berdarah-darah dalam pembuktian sebelum penetapan tersangka daripada harus mengulang penyidikan dengan alat bukti baru, bila kalah di praperadilan.

Salam Anti Korupsi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun