Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perkara Harus Ada Akhirnya

24 Januari 2024   09:03 Diperbarui: 24 Januari 2024   11:52 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahwa hukum sangat dinamis, beberapa penanganan perkara tindak pidana korupsi yang  ada hambatan tekhnis maupun non tekhnis (di luar ketentuan pasal 109 KUHAP-tidak cukup bukti, persitiwa bukan tindak pidana dan dihentikan demi hukum), ada yang dihentikan dengan alasan tertentu.

Bisa jadi, ini sebagai bentuk solusi atas ketentuan hukum yang belum mengakomodir tentang penghentian penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 109 KUHAP tadi. 

Untuk perkara non korupsi atau pidana umum, sudah bukan rahasia lagi banyak yang dihentikan penyidikannya dengan alasan di luar ketentuan hukum yang ada (ius constitutum), misalnya karena alasan tersangka sudah tua renta, sakit permanen dan sebagainya.

Terkini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 terhadap enam perkara korupsi. Komisi Antirasuah juga menerbitkan SP3 untuk perkara eks Rektor Universitas Airlangga (Unair), Fasichul Lisan yang tengah menderita penyakit berat. 

KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan kasus pembangunan dan alat kesehatan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga yang menjeratnya jadi tersangka. "Ini sudah kondisinya sudah stroke permanen, itu yang kita hentikan enam ini," kata Nawawi. (Kompas.Com).

Sebagai sebuah jawaban atas dinamika hukum yang dinamis tadi, pada aspek tertentu seperti kondisi sakit seperti stroke, memungkinkan untuk dihentikan penyidikannya. Ini semua tidak lepas dari urgensi atas perlunya pemenuhan asas kepastian hukum, di samping tentunya memperhatikan juga asa manfaat dan keadilannya.

Sebuah sebuah cita-cita hukum, memang perlu memperluas cakupan persyaratan penghentian penyidikan serta dalam upaya pembaharuan hukum untuk mengikuti situasi dan kondisi masyarakat. Sebagai kilas balik pembaharuan hukum juga telah ditempuh Mahkamah Konstitusi dengan dikabulkannya gugatan perluasan kewenangan pra peradilan yang fenomenal tersebut.

Dari telusur google, misalnya diberitakan 4 dari putusan MK sebagai pembaharuan atas kewenangan pra peradilan tadi, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 menambahkan objek praperadilan dalam ketentuan Pasal 77 KUHAP, sehingga objek praperadilan diperluas, yaitu termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka, sah atau tidaknya penggeledahan dan sah atau tidaknya penyitaan.

Dalam konteks penghentian penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 109 KUHAP, sangat mungkin diperluas ruang lingkupnya, misalnya sakit atau keadaan tertentu di mana dalam proses penyidikan sangat komplek dan menghadapi kendala yang bila kendala tidak teratasi menjadi terabaikannya asas kepastian hukum tadi, bahkan sangat tidak tepat bila pilihan terburuknya adalah menunggu hingga habisnya masa untuk penuntan perkara atau daluarsa.

Sebagai bentuk pembaharuan hukum dan tentunya membutuhkan waktu dan proses, penghentian perkara di luar lingkup sebagai mana Pasal 109 KUHAP tadi (ius constituendum), namun fakta hukum yang terjadi, diperlukan sikap yang adil ketika perkara dengan kompleksitas yang ada, mengedepankan asas kepastian hukum, sehingga perkara bisa tuntas sebagaimana asas linis finiri oportet-setiap perkara harus ada akhirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun