Apalah artinya menguasai ilmu hukum, namun hanya untuk memenuhi hasrat pribadi berupa materi, kekuasaan ataupun tujuan di luar tujuan adanya hukum itu sendiri. Saya bukannya menstigma diri sebagai orang yang menguasai hukum dan sangat patuh hukum. Itu sangat menisbikan hakikat saya sebagai manusia yang penuh dengan kelemahan. Namun, saya berusaha untuk menempatkan hukum pada posisi yang harus dijunjung, dijadikan filosofi dari perilaku serta diinformasikan kepada siapapun sebagai bentuk amalan dan pengabdian saya.
Pasal 1 ayat (4) UU No 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Konrupsi menyebutkan bahwa Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian kegiatan untuk mencegah dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari amanat Undang-Undang tersebut, esensinya tidak pada posisi law enforcement atau penegakan hukum-represif pada korupsi, namun menyebut juga pentingnya upaya pencegahan dan peran serta masyarakat. Ini bisa diwujudkan salah satunya dengan menyebar informasi sebagai salah satu bentuk edukasi pada masyarakat.
Maka, selagi masih ada kemampuan, tangan saya ini senantiasa tergerak, menurut hati nurani, menuangkan apa yang harus ditulis atas sebuah proses hukum yang terjadi. Entah sampai kapan, mungkin setelah skala penilaian tidak lagi di angka 5, 6, atau 8. Artinya, ada pada posisi, di mana seluruh negeri ini sepakat bahwa hukum bisa memberikan keadilan dan memberikan kepastian. Kapan ini terjadi?
Perjalanan waktu yang nantinya akan menjawabnya.
Terima Kasih Kompasiana, menjadi tool menyuarakan itu semua.
Salam Anti Korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H