Foto Kompas.com
Ini adalah perasaan saya sendiri, bahwa bisa jadi saya terpinggirkan di Kompasiana. Apakah ini sebuah puncak kegelisahan atau apa namanya, saya netralisir dengan satu deret kalimat : tidak perlu dikeluhkesahkan, toh Kompasiana bisa menjadi media dalam mendokumentasikan apa yang menjadi keinginan, harapan yang kemudian diujudkan dalam rangkaian kalimat, menjelma menjadi sebuah artikel, di up load, dan muncul di Kompasiana?
Saya bergabung di Kompasiana belum genap satu tahun. Tanggal 21 Oktober ini baru milad-ke satu. Jadi bagaimana dan hingar bingarnya Kompasiana Awards, hanya bisa saya bayangkan dari gencar dan hebohnya artikel di kompasiana dalam minggu-minggu ini. Itu semua cukup bagi saya untuk menyampaikan sebagaimana apa yang menjadi prolog artikel ini. Bisa jadi saya terpinggirkan di Kompasiana. Mengapa?
Ini alasannya :
Pertama, saya komit untuk menulis tema tentang korupsi, sampai dengan artikel ini dibuat jam 14.18 data statistik saya menyebutkan sudah up load 230 artikel, 144 masuk pilihan dan 31 artikel utama. Hampir 70-80% tema besarnya tentang korupsi. Dengan alasan ini, sebagaimana ketentuan yang tertulis di Kompasiana, tidak ada katagori untuk tema korupsi, pada ajang Awards tersebut. Tentu saya terpinggirkan, karenanya.
Kedua, meski sudah lebih syarat untuk mendapat centang biru, karena pelanggaran yang pernah saya lakukan di awal bergabung kompasiana, saya hanya mendapat notifikasi " kandidat centang biru" sekitar 2 atau 3 bulan yang lalu, saat statistik saya menyebut sudah ada lebih dari 20 artikel utama. Bila centang biru menjadi salah satu parameter utama kompasianer mendapat awards, sampai kapanpun selama saya menggunakan akun yang sekarang, saya menjadi terpinggirkan.
Ketiga, saya menyadari banyak kompasianer yang hebat dan sudah menguasai seluk beluk perkompasianaan, sehingga mempunyai jaringan pertemenanan yang banyak, memungkinkan terbukanya peluang saat voting, saya pasti terpinggirkan.
Namun, mengapa saya tetap saja menulis dan up load di kompasiana? Karena saya ingin menebarkan, hal ihwal tentang korupsi di negeri ini. Sebuah idialisme - kah? Terserah penilaian dan dari sudut pandang mana, saya sepertinya terlatih dan siap untuk tutup telinga atas teriakan dan tuduhan itu.Â
Atau sebuah sikap sebagai "pahlawan-kesiangan?" saya juga harus tidak perduli dengan itu semua. Mengapa? Konteks profesi saya di KPK, tidak sekedar bagaimana saya menjalankan tugas pokok dengan jabatan sebagai penyidik, namun lebih dari itu adalah bagaimana pemikiran, keinginan dan "sedikit-berbuat lebih" dari apa yang saya bisa lakukan dalam pemberantasan korupsi. Anggaplah menyuarakan anti korupsi dengan menulis artikel di kompasiana ini hanya 0,00000001 % dari prosentase upaya pemberantasan secara komprehensip, saya sepertinya tidak perduli.
Jadi, apapun situasi dan suasana di media kompasiana, tempat saya yang 0,00000001 % tadi tidak "membuka peluang" saya bisa memperoleh pengakuan formal melalui ajang Kompasiana Awards, saya tetap mendukung gelaran tahunan tersebut.