Dari sana, Sang Istripun menjawab : " Tentu Suamiku Tersayang, tiada lain, tangan ini menengadah di ujung malam, salah satunya doa terpanjat untuk permintaan suamiku. Rangkaian doa yang lain, untuk anak-anak, saudara dan orang tua kita. "
Angin berlembut-lembut di luar sana, terlihat ada gerai perlahan di ujung dedaunan. Ada yang menerobos masuk melalui kisi jendela. Di saat itu, Sang Suami yang di sana, dan Istri yang di sini, sama-sama menghadap Qiblat, bersujud di hamparan sajadah, menghadap berkah untuk keabadian kasih sayang mereka.
Apa yang saya tulis ini bisa jadi menjadi sebuah inspirasi atau bahkan sudah biasa dialami oleh mereka, pasangan yang telah mempunyai komitmen, untuk saling mengingatkan, saling mengajak kebaikan bagian dari hidup mereka, meski terpisah jarak dan tempat. Bukan menjadi kendala dan hambatan. Tentu menjadi lebih roman dan syahdu, bila komunikasi ini tidak berjarak. Lebih intens dan menjadi sebuah bingkai kasih sayang yang bisa terabadikan bagi anak-anak dan cucu mereka. Sebuah kebiasaan yang menyiratkan, bahwa benar persahabatan sejati adalah milik mereka yang sejalan dan sehati, bukan hanya saat senang, namun dalam segala suasana. Itulah Sang Suami dan Sang Istri.
Jakarta yang Syahdu, 120723
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H