Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perkara By Design Untuk Penjegalan?

22 Juni 2023   16:12 Diperbarui: 22 Juni 2023   16:12 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arti kata "jegal" di KBBI adalah: menjatuhkan orang lain dengan mengait kakinya. Kata dasar ini bila diberi imbuhan pe dan akhiran an, maka terbentuk kata penjegalan. Kata yang akhir-akhir ini "viral" bila disandingkan dengan kata berikutnya : bakal calon presiden. Bila disambung kata "viral" tadi menjadi Penjegalan bakal Calon Presiden. Tanpa saya menyebut siapa yang konon menjadi penjegal dan siapa yang dijegal, tentu pembaca yang budiman sudah sangat mafhum.

Terlebih, belakangan dibumbui adanya pendapat seorang intelektual dan mantan menteri yang juga tidak perlu saya sebut namanya, langsung menjudge dan tidak basa-basi, bakal calon presiden tadi, sangat-sangat jelas dijegal karena "konon" sebentar lagi akan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Dengan beraninya orang tadi  menyebut sebuah rekor, penetapan tersangka oleh KPK setelah melalui gelar perkara 19 kali.

Berpijak dari "ramalan" inilah artikel ini dibuat, karena sangat bersinggungan dengan lembaga di mana saya bertugas, KPK. Secara resmi juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan enggan menanggapi pernyataan yang berbasis asumsi dan persepsi belaka. Meski demikian, kata dia, KPK tetap menghargai hak kebebasan berpendapat. Dia memastikan KPK bekerja sesuai dengan kaidah hukum. KPK, kata dia, tidak terpengaruh oleh pernyataan maupun intervensi politik dari pihak yang terlibat dalam pertarungan politik di luar KPK. "Kami penegak hukum, tetap bekerja tegak lurus dan tak terpengaruh pernyataan dan intervensi politis dari pihak yang terlibat dalam pertarungan politik di luar KPK," kata dia, saya kutip dari Tempo.co.

Saya sangat setuju dengan Jubir KPK tersebut, bahwa "wacana yang dimunculkan adanya penjegalan hanya sebuah asumsi dan persepsi, dengan argumentasi sebagai berikut :

Pertama, pernyataan tersebut hanyalah sebuah "jebakan Batman" semata, ingin memancing reaksi KPK. Meski dalam konteks ini juru bicara KPK sudah menyebutkan itu sebagai asumsi dan persepsi belaka, tetap mengapresiasi sebagai hak atas kebebasan berpendapat. Tentu harapannya, dengan menebar penyataan seperti itu akan muncul reaksi sebaliknya dari KPK. Namun, KPK tetap tegak lurus, selalu bertindak berdasarkan fakta. Karena memang faktanya sekarang, perkara yang disebut-sebut bisa menjadikan bakal calon presiden tadi sebagai tersangka masih penyelidikan. Apakah nantinya dihentikan karena tidak cukup bukti atau lanjut ke penyidikan, masih berproses. Situasi ini yang membuat "tidak nyaman" bagi para pengusung bakal calon presiden tadi, seolah menggantung pada ketidakjelasan.

Kedua, KPK selalu berpegang pada prinsip pembuktian untuk menjadikan seseorang sebagai tersangka. Asumsi atau persepsi menjadi hal yang kontraproduktif dengan asas pembuktian. Bisa jadi ada keinginan tertentu menjadikan seseorang sebagai tersangka, ini ada dalam keinginannya. Namun bila dalam pembuktian yang wajib diketahui oleh publik sebagai hal yang transparan, akan menjadikan KPK tidak mungkin bermain api. Bukti yang diajukan, untuk dasar menjadikan tersangka seseorang, bakal diketahui oleh publik, tidak sembunyi-sembunyi, menurut skenario dan pesanan tertentu dari pihak tertentu pula. Bila ini yang dilakukan, terbakarlah KPK karena bermain api tadi.

Ketiga, untuk by design sebuah perkara, sangat-sangat beresiko dan melibatkan banyak pihak. Karena dalam sistem peradilan negeri ini, disamping penyidik, akan ada penuntut umum dan diuji dipersidangan secara berlapis. Mungkinkan by design dengan "membungkam" orang-orang yang ada di jalur sistem peradilan pidana tersebut? Tidak ada hanya satu atau dua orang, melibatkan banyak orang, banyak pribadi, banyak karakter. Bisa dipastikan, diantara orang-orang tersebut pasti ada yang mempunyai pandangan politik berbeda. Mungkinkah untuk "dipaksa" satu pendapat atas sesuatu yang kontraproduktif dengan prinsip pembuktian? Adakah ini semua akan ditiadakan, dengan menyederhanakan persoalan bahwa merekayasa sebuah perkara yang bukan pidana menjadi sebuah pidana? Seseorang yang tidak melakukan korupsi, ditersangkan sebagai pelaku korupsi? Sebegitu mudahkah?

KPK, tetap tegak lurus, patuh asas, maju terus, jangan terpengaruh oleh jebakan Batman dan katakan putih itu putih, hitam itu hitam. Jangan terpancing isu murahan dengan mengabaikan kebenaran dan seolah mudah digiring untuk kepentingan tertentu. Jalur KPK adalah jalur hukum. Siapa yang salah, harus mendapat hukuman setimpal dengan apa yang dilakukannya, culpae poena par esto, tanpa merekayasa fakta hukumnya.

Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun