Ananda, kali ini dengarkan. Ayah ingin menyampaikan tentang cincin. Ananda telah bersusah payah, dengan ihtiyar, doa dan restu kedua orang tuamu, untuk bisa melihat kekasih hatimu, kekasih pujaanmu mengenakan cincin di jari manisnya. Sejatinya, apa maknanya? Sebuah ritual, keseriusan hati, atau akan menjadi sebuah awal dari langkah kemantapan hati?
Bila cincin yang akhirnya terlihat melingkar di jari manis kanan pada pujaan hatimu, bukan berarti itu sebuah ceremonial, kebiasaan dari sebuah perjalanan hatimu yang ingin kamu tambatkan pada pujaan hatimu. Tapi jadikan itu momen sacral dan ibaratnya menjadi sebuah tanaman yang terus akan engkau pupuk, kau jaga dan kau semaikan dalam taman hati kalian sebuah komitmen untuk melangkah ke jenjang yang lebih membutuhkan sikap saling pengertian, saling memahami dan saling berkorban saat suka dan duka.
Bila cincin sudah terpasang di jari manis kanan kekasihmu, ingat itu menunjukan dan menjadi prasasti keseriusan langkah dan hatimu, untuk mengarungi kelak sebuah bahtera bersama perempuan yang tentunya ingin darinya Kau memiliki penerus cita-cita dan cinta Kalian. Untuk itu, tidak ada lagi mundur. Yang ada adalah sebuah kepastian untuk merengkuhnya. Jangan pula buat cincin itu lepas dari jemari manis tangan kanannya, kecuali berpindah ke jari manis kiri tangannya sesaat sebelum janur kuning melengkung dan kata ijab dari bibirmu.
Bila cincin sudah melingkar di jari manis kanan kekasihmu, itu pertanda langkah-langkah kebersamaan harus selalu menjadi harmoni setiap helaan nafas hingga terbawa dalam mimpimu. Ia, perempuan itu, kelak yang akan mendampingi setiap langkahmu, menuju sebuah mahligai yang bernama kebahagiaan.
Ananda, kemantapan hati dalam menjalani hari-hari setelah kamu melihat cincin melingkar di jari manis tangan kiri kekasihmu, mantapkan pula tengadah dan sujudmu di sajadah pada ujung malam. Jangan lagi terlena oleh simfoni malam, yang melenakan jiwa. Niatkan selalu di awal pejaman matamu, untuk selalu memohon jalan yang mudah dilalui bersama kekasih hatimu itu, menuju apa yang kalian cita-citakan.
Bila orang tuamu selalu mendoa untuk kalian, jangan menjadi pegangan kekuatan Illahi dalam setiap langkahmu. Jadikan tetesan air matamu di hamparan sajadah, sebagai ihtiyar diri yang akan menguatkan terkabulnya keinginanmu. Jangan seolah kau kuasakan itu pada siapapun. Dia menunggu-mu di setiap ujung malam. Dia menunggu tengadahan tanganmu, dan deretan bisikan lafal permohonanmu yang pasti akan diijabah-Nya.
Bila cincin sudah melingkar di jari kekasihmu, itu harus menjadi pelecut semangat untuk kamu lebih bisa melihat diri sendiri. Melihat segala kelemahan diri, untuk menjadi momen lebih beranjak pada kematangan jiwa, kesiapan mental guna menapak di dunia bersama dengan seseorang yang sebelumnya tidak kau kenal, kemudian kau kenal lebih dalam, saling memahami dan nantinya saling berbagi pada situasi dan kondisi apapun. Pahit, manis, getir yang bercampur pada sebuah bejana rumah tangga.
Selalu menunduk dan menghujamkan asa pada Sang Illahi, untuk tuntutan-Nya, sehingga kelak Sakinah Mawaddah Warrohmah terwujud.
di B7 yang syahdu, pada 190623
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H